Fisiografi Regional Jawa
Secara regional seluruh pulau Jawa memiliki perkembangan tektonik yang sama, namun karena pengaruh dari jejak tektonik yang lebih tua mengontrol struktur batuan dasar khususnya yang lebih muda maka terdapat perbedaan antara daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk daerah Jawa Tengah terbagi menjadi empat zona fisiografi, yaitu : Dataran Pantai Selatan, Pegunungan Serayu Selatan, Pegunungan Serayu Utara dan Dataran Pantai Utara (Van Bemmelen, 1949).
Kerangka Tektonik
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan, dan volkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timurlaut - Baratdaya (NE-SW) yang disebut Pola Meratus, arah Utara - Selatan (N-S) atau Pola Sunda dan arah Timur - Barat (E-W).
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa Pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam Jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karangsambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah Barat-Timur masih aktif hingga sekarang.
Geomorfologi Karangsambung
Geologi Regional daerah Karangsambung memiliki 5 satuan geomorfologi. Yaitu satuan Dataran Alluvium Lukulo, Satuan Batuan Bukit Soliter, Satuan Perbukitan Bergelombang Lemah Kuat, Satuan Perbukitan Perlipatan, Satuan Perbukitan Ireguler. Berikut penjelasannya :
Satuan Dataran Alluvium Lukulo.
Merupakan dataran yang dipengaruhi oleh aktivitas pengendapan sungai Lukulo. Luas area di Peta adalah 10%. Dengan tipe geomorfik sungai Lukulo dewasa menuju tua ditandai oleh banyaknya point bar, meander, sungai yang berbentuk huruf 'U', serta terdapatnya dataran banjir. Sungai ini banyak mengikis atau merombak batuan yang dilewatinya. Dengan membawa material dari kerakal sampai lempung yang diendapkan pada point bar. Material-material ini secara terus-menerus ditambang oleh penduduk sekitar sehingga dapat menimbulkan ancaman lingkungan yang cukup besar.
Satuan Bukit Soliter
Mempunyai total luas area di Peta yaitu 1%. Daerah ini mempunyai tinggian yang sangat berbeda dengan daerah sekitarnya. Terdiri dari 2 bukit terisolir yaitu bukit Bujil dan Jatibungkus. Litologi daerah bukit Bujil adalah Basalt sedangkan Jatibungkus yaitu Batugamping. 2 bukit ini berada pada Formasi Karangsambung dan bertindak menjadi fragmen didalam massa dasar lempung.
Satuan Perbukitan Lipatan
Memiliki luas total 20% pada Peta tersebut. Dengan litologi berupa Breksi. Mengelilingi kampus Karangsambung membentuk amphiteater. Daerah perbukitan ini terdiri dari Gunung Parang, Gunung Paras, Gunung Prahu, Gunung Bulukuning, Gunung Waturandan dan Gunung Brujul. Perbukitan ini sering dijadikan patokan untuk menuju kampus. Jika dilihat pada sore hari dari Wagirsambeng terlihat struktur sinklin pada Gunung Paras.
Satuan Bergelombang Lemah-Kuat
Memiliki luas area di Peta sekitar 40%. Dengan litologi penyusun yaitu Batulempung. Disebut bergelombang lemah-kuat karena terlihat dari kerapatan kontur yang terdapat didaerah ini. Satuan ini banyak yang dipengaruhi oleh aliran Sungai Lukulo ditandai dengan banyaknya dataran Alluvial.
Satuan Perbukitan Irreguler
Memiliki luas area di Peta yaitu 30%, terdiri dari Gunung Sigelap, Gunung Puncak, Gunung Selepa, Gunung Gliwang, Gunung Cekep yang mempunyai ketinggian 452 mdpl. Dengan litologi Batuan Bancuh atau Melange Lukulo. Memiliki kemiringan yang relatif sama.
Stratigrafi Karangsambung
Menurut Asikin dkk (1992) batuan tertua didaerah ini berumur Pratersier dan Tersier Awal yang tercampur aduk secara tektonik dalam massa dasar Batulempung Kelabu yang terabak (sheared), ditafsirkan merupakan sebuah batuan bancuh (Melange) dan disebut sebagai Komplek Luk Ulo. Dan tertutupi oleh sedimen parit (Pond Deposit) yang termasuk Formasi Karangsambung berumur Eosen Tengah sampai Oligosen. Diatasnya menindih selaras Formasi Totogan yang berumur Oligosen sampai Miosen Awal. Kemudian selama Miosen Awal diendapkan Formasi Waturanda sebagai endapan Turbidit ukuran Proksimal dan beranggotakan Tuff. Diatasnya terdapat Formasi Penosogan yang berumur Miosen Tengah. Diatasnya menindih selaras Formasi Halang yang terbentuk oleh serangkaian endapan sedimen Turbidit yang berumur akhir Miosen Tengah sampai Pliosen Awal, mempunyai anggota Breksi. Formasi Peniron yang berumur Pliosen dan beranggotakan sedimen Turbidit, merupakan formasi yang termuda didaerah ini.
Endapan gunungapi muda dijumpai disudut Timurlaut lembar, berumur Kuarter dan kedudukannya tak selaras dibatuan yang paling tua. Sedimen paling muda adalah endapan Alluvium dan endapan pantai yang menindih tak selaras semua satuan yang lebih tua. Batuan beku terobosan yang dijumpai didaerah ini adalah Diabas yang berupa retas lempeng, berumur akhir Miosen Tengah (Asikin, 1992). Disamping itu di Kulonprogo juga tersingkap batuan Intrusi Andesit dan Dasit yang diperkirakan berumur Miosen Awal (Rahardjo dkk, 1995), sedangkan didaerah Karangbolong tersingkap Intrusi Andesit yang berumur Miosen Awal (Asikin, 1992).
Komplek Melange Luk Ulo
Merupakan satuan batuan bancuh (Chaotic), campuran dari batuan sedimen, beku dan metamorf dalam massa dasar lempung yang tergerus kuat (pervasively sheared), tampak struktur boudinage dengan kekar gerus dan cermin sesar pada permukaan batuan. Blok-blok batuan berupa Exotic Block maupun Native Block dengan ukuran beberapa centimeter hingga ratusan meter yang mengambang di atas lempung hitam tersebar luas dengan pola penyebaran sejajar arah gerusan. Komponen Melange Luk Ulo meliputi :
Batuan Metamorfik, merupakan batuan tertua, terdiri dari Gneiss, Sekis Hijau, Sekis Mika, Sekis Biru, Filit, Amphibolite, Serpentinite, Eklogit dan Marmer. Pengukuran radiometric K- Ar pada Sekis menunjukkan umur 117 Ma (Ketner dalam Asikin, 1992).
Batuan Beku, berupa batuan Ultramafik. Tersusun dari seri batuan Ofiolit (Peridotit, Gabro dan Basalt) banyak ditemukan di sekitar Kali Lokidang. Basalt berstruktur bantal umumnya berasosiasi dengan sedimen Pelagic Biogen. Sedimen Pelagik, berupa rijang yang berselang-seling dengan lempung merah atau batugamping merah.
Batuan Sedimen, berupa perselingan batu pelitik dengan batupasir greywacke dan metagreywacke yang sering membentuk struktur boudinage. Berdasarkan pengukuran umur dengan radiometric unsur K-Ar, maka umur metamorfisme adalah Kapur Akhir (117 Ma), sedangkan dari fosil radiolarian (Wakita dalam Asikin, 1992) adalah Kapur Awal hingga Akhir. Asikin (1974) dan Sapri dalam Asikin (1992) berdasarkan nano fosil yang ditemukan pada batuan sedimen diatas Melange, menemukan pencampuran fauna Paleosen dengan Eosen. Berdasarkan data ini, diinterpretasikan bahwa umur Komplek Melange berkisar Kapur Akhir hingga Paleosen.
Formasi Karangsambung
Formasi Karangsambung berupa Batulempung sisik dengan bongkahan Batugamping, Konglomerat, Batupasir, Batulempung dan Basalt. Safarudin dalam Asikin (1992) menafsirkan lingkungan pengendapan formasi ini adalah lautan dalam atau batial, hal ini dibuktikan dengan adanya fosil bentos Uvigerina sp dan Gyroidina soldanii (D'ORBIG-NY). Satuan ini merupakan kumpulan endapan olistrostom yang terjadi akibat longsoran karena gaya berat dibawah permukaan laut, yang melibatkan sedimen yang belum mampat dan berlangsung pada lereng parit di bawah pengaruh pengendapan turbidit. Sedimen ini kemungkinan merupakan sedimen "pond" dan diendapkan di atas Komplek Luk Ulo. Kemungkinan besar pengendapan ini dipengaruhi oleh pencenanggaan batuan dasar cekungan yang aktif dan berhubungan dengan penyesaran naik. Pengaruhnya tampak di bagian bawah satuan, melemah ke arah atas. Singkapan satuan ini terdapat di daerah Karangsambung, terutama sepanjang Kali Luk Ulo dan Kali Weleran, menempati antiklin Karangsambung, dan meluas ke arah Barat. Satuan ini membentuk daerah perbukitan bergelombang yang berlereng landai. Ketebalannya diperkirakan 1350 m (Asikin, 1974). Bagian atas berubah secara berangsur menjadi Formasi Totogan, sedangkan batas dengan Melange dibawahnya selalu bersifat tektonik. Nama formasi ini pertama kali diajukan oleh Asikin (1974), dengan lokasi tipe di Desa Karangsambung sekitar 14 Km di Utara Kebumen. Nama sebelumnya adalah "Eosin" (Horloff dalam Asikin, 1992).
Formasi Totogan
Formasi Totogan berupa Breksi dengan komponen Batulempung, Batupasir, Batugamping dan Basalt setempat, Sekis, massa dasar Batulempung sisik, disamping itu terdapat campuran yang tidak teratur dari Batulempung, Napal, Tuff dengan struktur tidak teratur. Formasi Totogan merupakan endapan olistrostom yang terdiri oleh longsoran akibat gaya berat. Pengendapannya dipengaruhi oleh pengangkatan dan pengikisan batuan sumbernya yang lebih cepat. Formasi Totongan dapat disebandingkan dengan batuan sedimen berumur Eosen-Miosen di Lembar Banjarnegara dan Pekalongan (Condon dalam Asikin, 1992). Satuan ini tersingkap di daerah Utara lembar disekitar Komplek Luk Ulo, di Timur dan Selatan Karangsambung. Tebalnya melebihi 150 m dan menipis ke arah Selatan. Formasi ini menindih selaras Formasi Karangsambung, batas dengan Komplek Luk Ulo berupa sentuhan Sesar. Nama Formasi ini pertama kali diusulkan oleh Asikin (1974) dengan lokasi tipe disekitar Totogan, lebih kurang 17 Km di Utara Kebumen.
Formasi Waturanda
Formasi Waturanda berupa Breksi Gunungapi dan Batupasir Wake dengan sisipan Batulempung di bagian atas. Struktur sedimen dalam satuan ini antara lain perlapisan bersusun, perairan sejajar dan konvolut. Di beberapa tempat, pada alas suatu daur dapat diamati adanya permukaan erosi yang jelas. Lapisan bersusun pada Breksi umumnya Formasi Waturanda litologi berupa Batupasir Vulkanik dan Breksi Vulkanik yang berumur Miosen Awal - Miosen Tengah, selaras diatas Formasi Totogan. Formasi ini mempunyai anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai Eerste Merger Tuff Horizon. Memperlihatkan perubahan ukuran butir atau komponen bertambah kasar ke arah atas. Perlapisan sejajar terdapat di bagian atas lapisan breksi. Formasi Waturanda diduga berumur Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan laut dalam, karena Formasi Penosogan yang menindihnya berumur Miosen Tengah. Dari struktur sedimennya dapat disimpulkan bahwa paling tidak sebagian Formasi ini diendapkan oleh arus turbidit dan merupakan endapan turbidit proksimal. Satuan ini tersebar di bagian Utara lembar dan selalu membentuk morfologi tinggi, dengan puncaknya Gunung Tugel, Gunung Watutumpang, Gunung Paras, Gunung Prahu dan Gunung Kutapekalongan. Nama Formasi ini pertama kali diajukan oleh Matasak dalam Asikin (1992) dengan lokasi tipe di Bukit Waturanda (lebih kurang 11 Km di Utara Kebumen). Nama sebelumnya ialah "Eerste Breccie Horizont" (Horloff dalam Asikin, 1992).
Formasi Penosogan
Formasi Penosogan berupa perselingan Batupasir, Batulempung, Tuff, Napal dan Kalkarenit, berlapis baik, tebal lapisan antara 5-60 cm berwarna kelabu. Analisis arus purba di daerah Aliran (Utara - Timurlaut Kebumen) dengan cara mengukur sumbu struktur sedimen Tikas Seruling pada Batupasir dan Kalkarenit di bagian bawah Formasi ini, menghasilkan tafsiran bahwa arah arus serta sumbernya datang dari Utara (Iskandar dalam Asikin, 1992).
Bagian bawah formasi ini berupa sedimen turbidit proksimal, kemudian distal dan bagian atas kembali proksimal.
Satuan ini tersingkap antara lain di sekitar Alian dan Penosogan, di bagian Barat lembar menyempit, ke arah Timurlaut tertutup oleh endapan gunungapi muda. Ketebalan terukur di daerah Alian adalah 1146 m (Hehanusa dalam Asikin, 1992). Formasi ini menindih selaras Formasi Waturanda. Formasi Penosogan dapat disebandingkan dengan batuan sedimen bagian bawah pada Lembar Banjarnegara dan Pekalongan (Condon dalam Asikin, 1992). Nama Formasi ini pertama kali diusulkan oleh Hehanusa dalam Asikin (1992) dengan lokasi tipe di Desa Penosogan (lebih kurang 8 Km di Utara Kebumen). Nama sebelumnya adalah "Tweede Mergeltuf Horizont" (Horloff dalam Asikin, 1992), atau "Second Marl-Tuff Formation" (Marks dalam Asikin, 1992).
Formasi Halang
Menindih selaras di atas Formasi Penosogan, Litologi terdiri dari perselingan Batupasir, Batulempung, Napal, Tufa dan sisipan Breksi. Merupakan kumpulan sedimen turbidit bersifat distal sampai proksimal. Pada bagian bawah dan tengah kipas bawah laut berumur Miosen Akhir - Pliosen.
Formasi Peniron
Diendapkan selaras di atas Formasi Halang, Litologi terdiri dari Breksi polimik dengan komponen Andesit, Batulempung, Batupasir dengan massa dasar Batupasir Sisipan Tufa, Batupasir, Napal dan Batulempung berumur Pliosen.
Batuan Vulkanik Muda
Tidak selaras dengan yang di bawahnya, Litologi terdiri dari Breksi dengan sisipan Batupasir tufaan, dengan komponen Andesit dan Batupasir.
Struktur Geologi Regional
Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda. Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra satelit, data magnetik, data gaya berat, data seismik dan data pengeboran migas) dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya di Pulau Jawa ada 3 (tiga) arah kelurusan struktur dominan yaitu arah Meratus, arah Sunda dan arah Jawa.
Arah yang pertama adalah Timurlaut-Baratdaya (NE-SW) yang disebut dengan arah Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola dominan yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994) terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).
Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang berarah Utara-Selatan. Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola ini disebut dengan pola Sunda. Pola Sunda berarah Utara-Selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal).
Arah yang ketiga adalah arah Barat-Timur yang umumnya dominan berada di dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah Barat-Timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Baribis dan sesar-sesar di dalam Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949 op.cit. Pulunggono dan Martodjojo, 1994).
Sujanto (1975) membuat peta pola struktur Jawa Tengah berdasarkan interpretasi Foto ERTS-1 menyatakan bahwa pola umum struktur sesar di Jawa Tengah adalah Baratlaut-Tenggara dan Timurlaut-Baratdaya dan beberapa pola struktur sesar mempunyai arah Barat-Timur. Di Daerah Luk Ulo dimana batuan Pra-Tersier dan Tersier tersingkap dapat dibedakan menjadi 2 pola struktur utama yaitu arah Timurlaut-Baratdaya dan Barat-Timur. Hubungan antar Satuan Batuan dengan yang lainnya mempunyai lingkungan dan genesa pembentukan yang berbeda yang terdapat didalam Melange.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pola yang arah Timurlaut-Baratdaya yang sangat dominan di daerah ini. Data gaya berat dari Untung dan Sato 1979, sepanjang penampang Utara-Selatan melalui bagian tengah Jawa dan dilengkapi dengan data Geologi permukaan memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok pada urut-urutan lapisan Miosen antara bagian Utara dan bagian Selatan Jawa Tengah.
Bagian Utara Jawa Tengah urut-urutan lapisan Miosen sebagian besar terdiri dari endapan laut dalam yang berupa kipas-kipas turbidit. Jenis endapan tersebut menyebar sampai hampir dekat Cilacap. Tetapi ke arah Selatan stratigrafinya berubah dan didominasi oleh endapan laut dangkal dengan lingkungan yang tenang seperti Batupasir dan Batugamping sekitar Nusa Kambangan-Muara Sungai Opak di Parang Tritis.
Lihat dan Download Peta Geologi Jawa Barat : klik di sini!!!
Lihat dan Download Peta Geologi Jawa Tengah : klik di sini!!!
Lihat dan Download Peta Geologi Jawa Timur : klik di sini!!!
0 comments: