FISIOGRAFI REGIONAL
Van bemmelen (1945) membagi lengan tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian: ujung utara, bagian tengah, dan ujung selatan. Lembar Kolaka menempati bagian tengah dan ujung selatan dari lengan tenggara Sulawesi.
Ada lima satuan morfologi pada bagian tengah dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi, yaitu morfologi pegunungan, morfologi perbukitan tinggi, morfologi perbukitan rendah, morfologi pedataran dan morfologi karst.
Morfologi Pegunungan
Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini, terdiri atas Pegunungan Mekongga, Pegunungan Tangkelemboke, Pegunungan Mendoke dan Pegunungan Rumbia yang terpisah di ujung selatan Lengan Tenggara. Puncak tertinggi pada rangkaian pegunungan Mekongga adalah Gunung Mekongga yang mempunyai ketinggian 2790 mdpl. Pegunungan Tangkelamboke mempunyai puncak Gunung Tangkelamboke dengan ketinggian 1500 mdpl. Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini mempunyai pola yang hampir sejajar berarah barat laut–tenggara. Arah ini sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini. Pola ini mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar regional.
Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan ofiolit. Ada perbedaan yang khas di antara kedua penyusun batuan itu. Pegunungan yang disusun oleh batuan ofiolit mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang dibentuk oleh batuan malihan, punggung gunungnya terputus pendek-pendek dengan lereng yang tidak rata walaupun bersudut tajam.
Morfologi Perbukitan Tinggi
Morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan Tenggara, terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 mdpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sediman klastika Mesozoikum dan Tersier.
Morfologi Perbukitan Rendah
Morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.
Morfologi Pedataran
Morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung dengan morfologi pegunungan. Penyebaran morfologi ini tampak sangat dipengaruhi oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha). Kedua sistem ini diduga masih aktif, yang ditunjukkan oleh adanya torehan pada endapan aluvial dalam kedua dataran tersebut (Surono dkk, 1997). Sehingga sangat mungkin kedua dataran itu terus mengalami penurunan. Akibat dari penurunan ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut, di antaranya pemukiman dan pertanian di kedua dataran itu akan mengalami banjir yang semakin parah setiap tahunnya.
Dataran Langkowala yang melampar luas di ujung selatan Lengan Tenggara, merupakan dataran rendah. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa Formasi Langkowala. Dalam dataran ini mengalir sungai-sungai yang pada musim hujan berair melimpah sedang pada musim kemarau kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir dan konglomerat sebagai dasar sungai masih lepas, sehingga air dengan mudah merembes masuk ke dalam tanah. Sungai tersebut di antaranya Sungai Langkowala dan Sungai Tinanggea. Batas selatan antara Dataran Langkowala dan Pegunungan Rumbia merupakan tebing terjal yang dibentuk oleh sesar berarah hampir barat-timur.
Morfologi Karst
Morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah. Satuan ini dicirikan perbukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah. Sebagian besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping berumur Paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum ini merupakan bagian Formasi Eemoiko, Formasi Laonti, Formasi Buara dan bagian atas dari Formasi Meluhu. Sebagian dari batugamping penyusun satuan morfologi ini sudah terubah menjadi marmer. Perubahan ini erat hubungannya dengan pensesar-naikkan ofiolit ke atas kepingan benua.
STRATIGRAFI REGIONAL
Formasi batuan penyusun peta geologi regional lembar Kolaka diuraikan dari termuda sebagai berikut:
Qa Aluvium : terdiri atas lumpur, lempung, pasir kerikil dan kerakal. Satuan ini merupakan endapan sungai, rawa dan endapan pantai. Umur satuan ini adalah Holosen.
Qpa Formasi Alangga : terdiri atas konglomerat dan batupasir. Umur dari formasi ini adalah Plistosen dan lingkungan pengendapannya pada daerah darat-payau. Formasi ini menindih tak selaras formasi yang lebih tua yang masuk kedalam kelompok molasa sulawesi.
Ql Formasi Buara : terdiri atas terumbu koral, konglomerat dan batupasir. Umur dari formasi ini adalah Plistosen-Holosen dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal.
Tmpb Formasi Boepinang : terdiri atas lempung pasiran, napal pasiran dan batupasir. Batuan ini berlapis dengan kemiringan perlapisan relatif kecil yaitu < 15 derajat yang dijumpai membentuk antiklin dengan sumbu antiklin berarah barat daya – timur laut. Umur formasi ini diperkirakan Pliosen dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal (neritik).
Tmpe Formasi Eemoiko : terdiri atas kalkarenit, batugamping koral, batupasir dan napal. Formasi ini berumur Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal, hubungan menjemari dengan formasi Boepinang.
Tml Formasi Langkowala : terdiri atas konglomerat, batupasir, serpih dan setempat kalkarenit. Konglomerat mempunyai fragmen beragam yang umumnya berasal dari kuarsa dan kuarsit, dan selebihnya berupa batu pasir malih, sekis dan ultrabasa. Ukuran fragmen berkisar 2 cm sampai 15 cm, setempat terutama dibagian bawah sampai 25 cm. Bentuk fragmen membulat – membulat baik, dengan sortasi menengah. Formasi ini banyak dibatasi oleh kontak struktur dengan batuan lainnya dan bagian atas menjemari dengan bagian bawah batuan sedimen Formasi Boepinang (Tmpb). Hasil penanggalan umur menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk pada Miosen Tengah.
MTpm Kompleks Pompangeo : terdiri atas sekis mika, sekis glaukofan, sekis amphibolit, sekis klorit, rijang, pualam dan batugamping meta. Sekis berwarna putih, kuning kecoklatan, kehijauan kelabu; kurang padat sampai sangat padat serta memperlihatkan perdaunan. Setempat menunjukkan struktur chevron, lajur tekuk (kink banding) dan augen serta di beberapa tempat perdaunan terlipat. Rijang berwarna kelabu sampai coklat; agak padat sampai padat, setempat tampak struktur perlapisan halus (perarian). Pualam berwarna kehijauan, kelabu sampai kelabu gelap, coklat sampai merah coklat, dan hitam bergaris putih; sangat padat dengan persekisan, tekstur umumnya nematoblas yang memperlihatkan pengarahan. Persekisan dalam batuan ini didukung oleh adanya pengarahan kalsit hablur yaag tergabung dengan mineral lempung dan mineral kedap (opak). Batuan terutama tersusun oleh kalsit, dolomit dan piroksen; mineral lempung dan mineral bijih dalam bentuk garis. Wolastonit dan apatit terdapat dalam jumlah sangat kecil. Plagioklas jenis albit mengalami penghabluran ulang dengan piroksen. Satuan ini mempunyai kontak struktur geser dengan satuan yang lebih tua di bagian utara yaitu Kompleks Mekongga (Pzm). Berdasarkan penarikan umur oleh Kompleks Pompangeo mempunyai umur Kapur Akhir – Paleosen bagian bawah.
Km Formasi Matano : terdiri atas batugamping hablur, rijang dan batusabak. Batugamping berwarna putih kotor sampai kelabu; berupa endapan kalsilutit yang telah menghablur ulang dan berbutir halus (lutit); perlapisán sangat baik dengan ketebalan lapisan antara 10-15 cm; di beberapa tempat dolomitan; di tempat lain mengandung lensa rijang setempat perdaunan. Rijang berwarna kelabu sampai kebiruan dan coklat kemerahan; pejal dan padat. Berupa lensa atau sisipan dalam batugamping dan napal; ketebalan sampai 10 cm. Batusabak barwarna coklat kemerahan; padat dan setempat gampingan; berupa sisipan dalam serpih dan napal, ketebalan sampai 10 cm. Berdasarkan kandungan fosil batugamping, yaitu Globotruncana sp dan Heterohelix sp, serta Radiolaria dalam rijang (Budiman, 1980), Formasi Matano diduga berumur Kapur Atas dengan lingkungan pengendapan pada laut dalam.
Ku Kompleks Ultramafik : terdiri atas harzburgit, dunit, wherlit, serpentinit, gabbro, basal, dolerit, diorit, mafik meta, amphibolit, magnesit dan setempat rodingit. Satuan ini diperkirakan berumur Kapur.
TRJm Formasi Meluhu : terdiri atas batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan batulumpur dibagian bawah; dan perselingan serpih hitam, batupasir, dan batugamping di bagian atas. Formasi ini mengalami tektonik kuat yang ditandai oleh kemiringan perlapisan batuan hingga 80 derajat dan adanya puncak antiklin yang memanjang utara barat daya – tenggara. Umur dari formasi ini diperkirakan Trias.
TRJt Formasi Laonti : terdiri atas batugamping malih, pualam dan kuarsit. Kuarsit, putih sampai coklat muda; pejal dan keras; berbutir (granular), terdiri atas mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan sebagian besar terdini dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%. Oksida besi bercelah diantara kuarsa, jumlahnya sekitar 3%. Umur dari formasi ini adalah Trias.
Pzm Kompleks Mekongga : terdiri atas sekis, gneiss dan kuarsit. Gneiss berwarna kelabu sampai kelabu kehijauan; bertekstur heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri atas gneiss kuarsa biotit dan gneiss muskovit. Bersifat kurang padat sampai padat.
STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL
Pada lengan tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah tumbukan adalah sesar geser mengiri, termasuk sesar matarombeo, sistem sesar Lawanopo, sistem sesar Konaweha, sesar Kolaka, dan banyak sesar lainnya serta liniasi. Sesar dan liniasi menunjukkan sepasang arah utama tenggara-baratlaut (332 derajat), dan timur laut-barat daya (42 derajat). Arah tenggara barat laut merupakan arah umum dari sesar geser mengiri dilengan tenggara sulawesi.
Sistem sesar Lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-tenggara yang memanjang sekitar 260 Km dari Utara Malili sampai tanjung Toronipa. Ujung barat laut sesar ini menyambung dengan sesar Matano, sementara ujung tenggaranya bersambung dengan sesar Hamilton yang memotong sesar naik Tolo. Sistem sesar ini diberi nama sesar Lawanopo oleh Hamilton (1979) bedasarkan dataran Lawanopo yang ditorehnya. Analisis stereografi orientasi bodin, yang diukur pada tiga lokasi, menunjukan keberagaman azimuth rata-rata/plunge: 30derajat/44derajat, 356.3derajat/49derajat, dan 208.7derajat/21derajat.
Adanya mata air panas di Desa Toreo, sebelah tenggara Tinobu serta pergeseran pada bangunan dinding rumah dan jalan sepanjang sesar ini menunjukan bahwa sistem sesar Lawanopo masih aktif sampai sekarang.
Lengan Sulawesi tenggara juga merupakan kawasan pertemuan lempeng, yakni lempeng benua yang berasal dari Australia dan lempeng samudra dari Pasifik. Kepingan benua di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara (South East Sulawesi Continental Terrane) dan Mintakat Matarambeo. Kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa Sulawesi. Sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada Oligosen Akhir-Miosen Awal, kompleks ofiolit tersesar–naikkan ke atas mintakat benua. Molasa sulawesi yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat terendapkan selama akhir dan sesudah tumbukan, sehingga molasa ini menindih tak selaras Mintakat Benua Sulawesi Tenggara dan Kompleks Ofiolit tersebut. Pada akhir kenozoikum lengan ini di koyak oleh Sesar Lawanopo dan beberapa pasangannya termasuk Sesar Kolaka.
Lihat dan Download Peta Geologi Lembar Kolaka : klik di sini!!!
0 comments: