FISIOGRAFI
Secara morfologi daerah dalam lembar Malili dapat dibagi atas 4 satuan : Daerah Pegunungan, Daerah Pebukitan, Daerah Karst dan Daerah Pedataran.
Daerah Pegunungan menempati bagian barat dan tenggara lembar Malili. Di bagian barat terdapat 2 rangkaian pegunungan: Pegunungan Tineba dan Pegunungan Koro-Ue yang memanjang dan baratlaut - tenggara, dengan ketinggian antara 700-3016 m di atas permukaan laut dan dibentuk oleh batuan granit dan malihan. Sedangkan di bagian tenggara lembar peta terda pat Pegunungan Verbeek dengan ketinggian antara 800 - 1346 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh batuan ultramafik dan batugamping. Puncak-puncaknya antara lain G. Baliase (3016 m), G. Tambake (1838 m), Bulu Nowinokel (1700 m), G. Kaungabu (1760 m), Buhi Taipa (1346 m), Bulu Ladu (1274 m), BuLu Burangga (1032 m) dan Bulu Lingke (1209 m). Sungai-sungai yang mengalir di daerah ini yaitu S. Kataena, S. Pincara, S. Rongkong. S. Larona dan S. Malili merupakan sungai utama. Pola aliran sungai umumnya dendrit.
Daerah Pebukitan menempati bagian tengah dan timurtaut lembar Malili dengan ketinggian antara 200 - 700 m di atas permukaan laut dan merupakan pebukitan yang agak landai yang terletak di antara daerah pegunungan dan daerah pedataran. Pebukitan ini dibentuk oleh batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir. Puncak-puncak bukit yang terdapat di daerah ini di antaranya Bulu Tiruan ((630 m), Bulu Tambunana (477 m) dan Bulu Bukila (645 m). Sungai-sungai yang bersumber di daerah pegunungan mengalir melewati daerah ini terus ke daerah pedataran dan bermuara di Teluk Bone. Pola alirannya dendrit.
Daerah Karst menempati bagian timurlaut lembar Malili dengan ketinggian antara 800 - 1700 m dari permukaan laut dan dibentuk oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh adanya dolina, “Sinkhole” dan sungai bawah permukaan. Puncak yang tinggi di daerah m di antaranya Butu Wasopute (1768 m) dan Pegunungan Toruke Empenai (1185 m).
Daerah Pedataran menempati daerah selatan lembar Malili, melampar mulai dan utara Palopo, Sabbang, Masamba sampai Bone-Bone. Daerah ini mempunyai ketinggian hanya beberapa meter di atas permukaan laut dan dibentuk oleh endapan aluvium. Pada umumnya merupakan daerah pemukiman dan pertanian yang baik. Sungai yang mengaliri di daerah ini diantaranya S. Pampengan, S. Rongkong dan S. Kebu, menunjukkan proses berkelok. Terdapatnya pola aliran subdendrit dengan air terjun di beberapa tempat, terutama di daerah pegunungan, aliran sungai yang deras, serta dengan memperhatikan dataran yang agak luas di bagian selatan peta dan adanya perkelokan sungai utama, semuanya menunjukkan morfologi dewasa.
STRATIGRAFI
Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan biostratigrafi, secara regional Lembar Malili termasuk Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Mandala Geologi Sulawesi Barat, dengan batas Sesar Palu Koro yang membujur hampir utara-selatan. Mandala Geologi Sulawesi Timur dapat dibagi menjadi dua lajur (Telt): lajur batuan malihan dan lajur ofiolit Sulawesi Timur yang terdiri dari batuan ultramafik dan batuan sedimen petagos Mesozoikum.
Mandala Geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh lajur gunungapi Paleogen dan Neogen, intrusi Neogen dan sedimen flysch Mesozoikum yang diendapkan di pinggiran benua (Paparan Sunda).
Di Mandala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan ofiolit yang terdiri dari ultramafik termasuk harzburgit, dunit, piroksenit, wehrlit dan serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan basal. Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi diperkirakan sama dengan ofiolit di lengan timur Sulawesi yang berumur Kapur – Awal Tersier (Simandjuntak, 1986).
Di bagian barat Mandala ini terdapat lajur metamorfik, komplek Pompangeo yang terdiri dari berbagai jenis sekis hijau di antaranya sekis mika, sekis hornblenda, sekis glaukofan, filit, batusabak, batugamping terdaunkan atau pualam dan setempat breksi. Umurnya diduga tidak lebih tua dari Kapur. Di atas ofiolit diendapkan tak selaras Formasi Matano: bagian atas berupa batugamping kalsilutit, rijang radiolaria, argilit dan batulempung napalan, sedangkan bagian bawah terdiri dari rijang radiolaria dengan sisipan kalsilutit yang semakin banyak ke bagian atas. Berdasarkan kandungan fosilnya Formasi ini menunjukkan umur Kapur.
Pada Mandala ini dijumpai pula komplek bawah bancuh (Melange Wasuponda), terdiri dari bongkahan asing batuan mafik, serpentinit, pikrik, rijang, batugamping terdaunkan, sekis, amfibolt dan eklogit (?) berbagai ukuran yang tertanam di dalam masa dasar lempung merah bersisik.
Batuan tekonika ini tersingkap baik di daerah Wasuponda serta di daerah Ensa, Koro Mudi dan Petumbea, diduga terbentuk sebelum Tersier (Simandjuntak, 1980). Pada Kala Miosen Akhir batuan sedimen pasca orogenesa Neogen (Kelompok Molasa Sulawesi) diendapkan tak selaras di atas batuan yang lebih tua. Kelompok ini termasuk Formasi Tomata yang terdiri dari klastika halus sampai kasar, dan Formasi Larona yang umumnya terdiri dari klastika kasar yang diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai darat. Pengendapan ini terus berlangsung sampai Kala Pliosen.
Di Mandala Geologi Sulawesi Barat batuan tentua adalah Formasi Latimojong yang diduga berumur Kapur Akhir. Batuan ini terdiri dari deret flysch, perselingan antara argilit, filit, batusabak dan wake dengan sisipan rijang radiolaria dan konglomerat. Batuan ini diduga telah diendapkan di pinggiran benua Sunda. Tak selaras di atasnya di-endapkan Formasi Toraja yang terdiri dari serpih, batugamping, batupasir dan konglomerat. Umurnya berjangka dari Eosen - Miosen Tengah (Djuri dan Sudjatmiko, 1974).
Pada Kala Oligosen terjadi kegiatan gunungapi bawah laut yang menghasilkan lava bantal dan breksi yang bersusunan basa sampai menengah. Batuan itu membentuk Batuan Gunungapi Lamasi. Kegiatan ini berlangsung terus sampai Kala Miosen Tengah (Batuan Gunungapi Tineba dan Tufa Rampi), yang sebagian sudah muncul ke atas permukaan laut.
Di atasnya secara tak selaras diendapkan Formasi Bone-bone yang terdiri dari endapan turbidit dan perselingan antara konglomerat dan klastika halus. Formasi ini banyak mengandung fosil foram kecil yang menunjukkan umur Miosen Akhir - Pliosen. Kegiatan gunungapi terjadi lagi pada Plio-Plistosen bahkan sampai Holosen yang menghasilkan lava dan bahan piroklastika yang bersusunan andesit (Batuan Gunungapi Masamba).
Terdapat dua bauan terobosan granit yang berbeda umurnya; yang pertama berumur Miosen Akhir dan yang kedua Pliosen. Yang terakhir lamparannya cukup luas di bagian baratlaut lembar peta. Di daerah Palopo granit berumur Miosen Akhir menerobos Formasi Latimojong dan Formasi Toraja dan menghasilkan mineralisasi hidrotermal. Batuan termuda di daerah ini adalah aluvium yang terdiri dari endapan sungai, danau dan pantai. Sebarannya luas di utara Teluk Bone dan di selatan Danau Poso.
Endapan Permukaan
Ql Endapan Danau : Lempung, pasir dan kerikil.
Lempung menunjukkan penlapisan karena perbedaan warna dan agak mengeras, tebal lapisan antara beberapa sampai 100 mm. Pasir dan kerikil, kelabu hingga hitam, kurang padat, mengandung banyak sisa tumbuhan. Perlapisan cukup baik, dengan tebal lapisan antara beberapa hingga 20 cm. Sebaran satuan meliputi daerah di selatan Danau Poso, sekitar Danau Matano, Danau Mahalona dan Danau Towuti. Tebal satuan diperkirakan puluhan meter.
Qal Aluvium : lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal.
Satuan ini merupakan endapan sungai, rawa dan pantai. Sebarannya meliputi dataran di utara Teluk Bone, Rampi dan Leboni yang terletak di bagian baratlaut lembar, daerah Somba Limu di timur Danau Poso, sepanjang lembah S. Laa di bagian timurlaut lembar, serta daerah Bungku yang terletak di sebelah barat Danau Matano.
Mandala Geologi Sulawesi Barat
Batuan Sedimen
Kls Formasi Latimojong : perselingan batusabak, filit, wake, kuarsit, batugamping dan batulanau dengan sisipan konglomerat dan rijang, umumnya termalih sangat lemah. Batusabak, hitam sampai kelabu kehitaman padat dan keras, tebal lapisan an tar 10-20 m. Filit, merah kecoklatan; belahan berkembang baik dan persekisan sudah tampak agak keras dan kompak. Wake, kelabu kehijauan sampai kelabu; padat, keras; berukuran sedang; kepingan (fragmen) membulat sampai membulat tanggung, terdiri atas rombakan batuan gunungapi, hornblenda dan felspar; berlapis baik dengan tebal lapisan sekitar 60 cm. Perarian sejajar berkembang baik; kontak atas dan bawah lapisan sangat jelas. Kuarsit, hijau cerah sampai merah keputihan; padat, sangat keras; berlapis baik; tebal lapisan sampai 1 m. Batugamping, hitam; padat, menghablur dan sangat keras; berlapis baik dengan tebal lapisan 30 - 50 cm. Batulanau, kelabu sampai kelabu kemerahan; perarian; berbutir halus padat dan keras. Konglomerat, kelabu; bersifat padat, dengan komponen andesit dan batupasir, berukuran 2- 5 cm, kemas terbuka, perekat batupasir. Rijang, putih sampai merah; padat, pejal, sangat keras; berfosi radiolaria. Fosil untuk penentuan umur batuan tidak ditemukan, tetapi Brouwer (1934) di Pegunungan Latimojong dan Reyzer (1920) di Babakan di bagian tenggara lembar, menemukan fosil yang berumur Kapur. Himpunan batuan dan struktur sedimen memperlihatkan bahwa Formasi Latimojong adalah endapan flysch yang diendapkan di pinggiran benua yang aktif Tanah Sunda (Sundaland). Formasi Latimojong melampar di pojok baratdaya daerah penyelidikan, mulai dan Palopo sampai anak sungai Rongkong. Tebal satuan ini diperkirakan melebihi 1000 m, di atasnya tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Toraja dan batuan gunungapi Lamasi. Satuan ini merupakan kelanjutan dan Formasi Latimojong di Lembar Majene Palopo (Djuri & Sudjatmiko, 1974) di tenggara lembar peta.
Tets Formasi Toraja : serpih, batugamping dan batupasir dengan sisipan konglomerat. Serpih, merah tua sampai merah hati; padat dan keras; perlapisan cukup baik dengan tebal lapisan antara 5-30 cm; memperlihatkan “reticulate cleavage”. Batugamping, putih kekuningan sampai kelabu kehitaman; berupa batugamping koral, padat dan sangat keras, tidak berlapis; tebal mencapai 50 m. Batupasir, kelabu kehijauan sampai coklat; padat, keras, berkomponen kepingan batuan, kuarsa dan felspar berbutir sedang, membulat sampai membulat tanggung; berlapis baik, tebal tiap lapisan antara 3 - 15 cm. Konglomerat, kelabu kehitaman; padat dan keras, berkomponen kuarsit, kuarsaan baturijang; berukuran 0,5-3 cm, membulat tanggung sampai membulat, terekat oleh batupasir kasar dan berkemas terbukaFormasi Toraja didominasi oleh serpih, batugamping dan batupasir berselingan dengan serpih, dengan sisipan konglomerat. Fosil foraminifera besar yang ditemukan dalam batugamping: Muniditcs sp, Discocyclina Sp, Bordis S Lepidocyclina sp. Operculina sp, Cydoclypcus sp dan Miogypsina sp menunjukkan umur Eosen-Miosen (Budiman, 1981). Satuan ini diendapkan pada lingkungan dangkal sampai air payau. Sebarannya dari sekitar desa Maro, memanjang ke barat dan selatan melewati desa Tondon hingga di Lembar Majene yang berdampingan (Djuri & Sudjatmiko, 1975). Ketebalan seluruhnya melebihi 1000 m. Satuan ini menindih secara tidak selaras Formasi Latimojong dan ditindih secara tidak selaras oleh satuan batuan gunungapi Lamasi.
Batuan Gunungapi
Tplv Batuan Gunungapi Lamasi : lava, breksi dan tufa. Lava, bersusunan andesit sampai basal; memperlihatkan struktur aliran dan amigdaloid, padu dan pejal; tebal 1 - 10 m. Lava andesit berwarna kelabu;.bentekstur porfirit dengan fenokris plagioklas dan piroksen serta masa dasar, berbutir halus, Lava basal berwarna kelabu kehitaman, bertekstur porfirit dangan fenokris plagioklas, piroksen dan horenblenda, serta masa dasar berbutir halus yang terdiri dari mineral plagioklas dan piroksin. Kedua jenis lava itu terpropilitkan dan terubah dengan mineral ubahnya berupa lempung dan kiorit. Breksi, kelabu sampai kelabu kehitman; berkomponen batuan andesit, basal dan batuapung; menyudut sampai menyudut tanggung berukuran antra 10- 40 cm; perekatnya tufa halus sampai kasar, Padat dan keras. Di beberapa tempat mengalami proses hidrotermal, hingga termineralisasikan membentuk endapan pirit dan perak. Tufa, putih sampai kelabu; mengandung mineral hornblenda dan kaca volkanik, berukuran sampai 0,1 cm. Perlapisan cukup baik; merupakan perselingan antara tufa halus dan tufa kasar; tebal tiap lapisan antara 5-45 cm. Tebal seluruh lapisan tufa mencapai 10 m. Batuan gunungapi Lamasi berupa perselingan lava, breksi dan tufa, dengan lava dan breksi merupakan batuan penyusun utamanya. Berdasarkan penarikhan pada batuan basal di daerah Palopo (Sukamto, 1975) dan korelasi dengan batuan gunungapi di daerah Biru (van Leeuwen, 1979) dan daerah Bantimala (Sukamto, 1982), satuan ini diperkirakan berumur Paleogen. Batuan gunungapi ini merupakan hasil kegiatan gunungapi bawah laut. Sebarannya mulai dari Palopo, melampar ke utara sampai Sabbang. Tebal satuan diperkirakan mencapai 500 m. Satuan ini menindih secara tak selaras Formasi Toraja dan Formasi Latimojong. Batuan gunungapi Lamasi dapat dikorelasikan dengan batuan gunungapi Miosen di Lembar Majene (Djuri & Sudjatmiko, 1975; Sunarya & Surawinata, 1980).
Tmrt Tufa Rampi : Batupasir Tufaan, tufa ubu dan tufa kristal. Batupasir tufaan, putih kekuningan; berbutir halus sampai sedang agak padat, mengandung kaca vulkanik, felspar dan kuarsa. Perlapisan sejajar disebabkan oleh perubahan warna susunan batuan. Secara keseluruhan batuan ini berselingan dengan batupasir tufaan; tebal tiap lapisan antara 10 - 30 cm. Batuan ini umumnya telah mengalami ubahan. Tufa kristal, putih; pejal, padat; terdiri dari kristal anhedron bersusunan felspar, kuarsa dan lempung. Felspar dan kuarsa berbutir halus; lempung hasil ubahan felspar. Batuan telah mengalami ubahan kuat. Tufa Rampi tersusun terutama oleh perselingan batupasir tufaan dengan tufa yang mengandung lapisan tufa kristal, tebal sampai 5 m. Batuan ini diterobos oleh batuan granit berumur Miosen Akhir-Plistosen, dan karena itu diperkirakan berumur Oligosen-Miosen Awal; berupa endapan gunungapi bawah laut. Sebarannya dari barat desa Rampi di bagian barat laut Lembar Malili meluas ke arah barat Lembar Mamuju. Tebal satuan diperkirakan sekitar 600 m. Satuan ini menindih tidak selaras Formasi Latimojong dan menjemari dengan Batuan Gunungapi Tineba.
Tmtv Batuan Gunungapi Tineba : lava andesit horenblenda, basal, Latit kuarsa dan breksi. Lava andesit horenblenda, kelabu berbintik putih; porfiritik dengan fenokris mineral plagioklas dan hornblenda; berbutir sedang masa dasar sangat halus, terdiri dari mineral felspar, horenblenda, kaca dan lempung. Horenblenda sebagian terubah menjadi biotit, sedangkan lempung berupa hasil ubahan plagioklas; pejal dan padat. Lava basal, umumnya mengalami ubahan; kelabu sampai kehitaman berbintik putih berbutir halus yang terdiri dari mineral plagioklas, serisit, stibik, kaca dan lempung. Lava latit kuarsa, kelabu berbintik putih; pejal; porfiritik dengan fenokris berbutir sedang; terdiri atas mineral kuarsa, felspar kalium, plagioklas dan biotit; masa dasar berbutir halus, terdiri atas mineral felspar, biotit, kiorit, lempung dan serisit; felspar kalium dan plagioklas terubah menjadi lempung dan serisit; klorit berupa ubahan dan mineral mafik. Sebaran ke atas berupa lava andesit horenblenda; basal terubah dan latit kuarsa sulit diperikan. Batuan gunungapi Tineba berupa hasil peleleran batuan gunungapi bawah laut yang diduga berumur Oligosen-Miosen Awal, karena satuan ini diterobos oleh batuan bersifat granit yang berumur Miosen Akhir-Plistosen. Satuan ini menempati tinggian Tineba, terus melampar ke arah utara daerah Rampi di bagian baratlaut Lembar Malili. Ketebalan satuan diperhitungkan dan penampang geologi, diperkirakan tidak kurang dan 500 m.
QTpmv Batuan Gunungapi Masamba : batuan piroklastika dan lava. Batuan piroklastika, merupakan rempah gunungapi bersusunan andesit dan dasit; menunjukkan kemas terbuka. Lava, bersusunan andesit dan basal. Lava andesit, kelabu; bertekstur porfiritik; berbutir halus sampai menengah; mengandung fenokris plagioklas, piroksen dan sedikit ortoklas, dengan masa dasar mikrolit plagioklas, kaca dan lempung. Lava basal, hitam; amigdaloid, afanitik; berstruktur aliran, mengandung mikrolit felspar; massa dasar sangat halus dari kaca dan klorit. Sebagian terubah menjadi mineral lempung. Batuan ini berongga yang diisi oleh kalsit. Batuan gunungapi Masamba diperkirakan hasil kegiatan gunungapi Plio-Plistosen dalam lingkungan daratan. Penarikhan Kalium/Argon atas batuan trakit yang terdapat di beberapa tempat di sepanjang jalur sesar Palu-Koro menunjukkan umur 4,25 juta tahun (Sukamto, 1975a). Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah di bagian utara Masamba. Batuan ini menindih tak selaras granit Kambuno dan Formasi Bone-Bone. Berdasarkan kesamaan litologi dinasabahkan dengan batuan Gunungapi (Qtv) yang terdapat di daerah Lembar Ujung Pandang (Sukamto, 1975).
Batuan Beku/Terobosan
Tmpg Granit Palopo : granit dan granodiorit. Granit, putih koton berbintik hitam; berhablur penuh; berbundaran sama besar; berbutir menengah; fanerik dengan mineral utama kuarsa, ortoklas, plagioklas dan sedikit horenblenda. Umumnya mengalami pelapukan, terbreksikan dan terkekarkan. Granodiorit, putih kehitaman; pejal; fanerik dan porfiritik; berbutir menengah sampai kasar fenokris plagioklas dengan masadasar kuarsa, hornblenda, biotit dan mineral ubahan kloril. Mineral mafik umumnya telah terkloritisasikan. Batuan yang bertekstur porfiritik tersebut telah terkekarkan dan terbreksikan. Di dalam satuan batuan ini kedudukan granit terhadap granodiorit sulit ditentukan, baik ke arah atas maupun mendatar. Berdasarkan hasil penarikhan pada retas granit di daerah Palopo, batuan itu berumur 8,10 juta tahun (Sukamto, 1975) atau Akhir Miosen. Satuan ini menempati daerah pegunungan antara desa Tojambu dan Tondon, yang terletak di bagian baratdaya Lembar Malili. Satuan batuan ini menerobos Formasi Toraja dan Formasi Latimojong.
Tpkg Granit Kambuno : granit dan granodiorit. Granit, putih berbintik hitam kebiruan; berbutir sedang sampai kasar; berhablur penuh (holokristalin); umumnya bertekstur porfiritik. Fenokris terdiri atas ortoklas, plagioklas, kuarsa, horenblenda dan biotit, yang tersebar di atas masa dasar kuarsa, hornblenda, biotit dan mineral lempung. Umumnya batuan ini masih segar. Ditemukan berbagai jenis granit, di antaranya mikrolit horenblenda-biotit, mikrogranit biotit, genes-mikrogranit biotit, dan mikro-leukogranit (Hartono S, 1980). Granodiorit, putih berbintik hitam; pejal dan bertekstur porfiritik dan sedikit fanerik; berhablur penuh; hipidiomorf; butiran berukuran sedang. Susunan mineral berupa fenokris plagioklas dan jenis oligoklas, ortoklas, kuarsa dan horenblenda, serta masa dasar epidot, serisit, magnetit, kuarsa dan mineral ternpung. Bauan ini umumnya terdapat dalam keadaan segar. Setempat telah terkekarkan dan menunjukkan kekar tiang. Berdasarkan kesamaan litologi dengan granit di Lembar Pasangkayu yang hasil penarikhan granit menunjukkun umur 3,35 juta tahun (Sukamto, 1975), granit Kambuno diduga berumur Pliosen. Sebaran sauan ini meliputi pegunungan di sekitar Bulu Kambuno di bagian barat Lembar Malili. Di baratlaut desa Sabbang tampak gejala peruntuhan tektonik dengan batuan dan Formasi Latimojong di daerah Rampi satuan ini menerobos satuan gunungapi Tinemba yang menunjukkan gejala alterasi dan pemineralan.
Mandala Geologi Sulawesi Timur
Batuan Sedimen
Kml Formasi Matano : batugamping hablur dan kalsilutit, napal, serpih, dengan sisipan rijang dan batusabak. Formasi Matano bagian bawah ditempati oleh batugamping kalsilutit berlapis dengan lensa rijang, sedang bagian atas merupakan perselingan antara batugamping pejal dan terhablur ulang, napal dan serpih dengan lensa batusabak dan rijang. Batugamping, putih kotor sampai kelabu; berupa endapan kalsilutit yang telah menghablur ulang dan berbutir halus (lutit); perlapisán sangat baik dengan ketebalan lapisan antara 10 - 15 cm; di beberapa tempat dolomitan; di tempat lain mengandung lensa rijang setempat perdaunan. Napal, kelabu sampai kecoklatan; padat dan pejal; terlipat kuat; berlapis baik dengan tebal lapisan sampai 15 cm. Di beberapa tempat terdapat lensa rijang dan sisipan batusabak. Serpih, kelabu; pejal dan padat berlapis baik dengan ketebaan lapisan sampai 5 cm; terkadang gampingan atau napalan. Rijang. kelabu sampai kebiruan dan coklat kemerahan; pejal dan padat. berupa lensa atau sisipan dalam batugamping dan napal; ketebatan sampai 10 cm. Batusabak, coklat kemerahan; padat dan setempat gampingan; berupa sisipan dalam serpih dan napal, ketebalan sampai 10 cm. Berdasarkan kandungan fosil batugamping, yaitu Globotruncana sp dan Heterohelix sp, serta Radiolaria dalam rijang (Budiman, 1980), Formasi Matano diduga berumur Kapur Atas. Satuan ini diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Sebaran formasi antara daerah Ulu Uwoi dan Balu Wasopute, memanjang pada arah baratdaya-timurlaut dan S. Bantai Hulu sampai Pegunungan Tometindo. Ketebalan seluruh lapisan mencapai 550 m. Hubungan dengan Komplek Ultramafik berupa sesar naik; biasanya berupa suatu lajur termilonitkan atau terserpentinkan yang bisa mencapai puluhan meter tebalnya. Satuan ini menindih secara selaras Formasi Lamusa, serta tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Tomata dan Formasi Larona. Koolhoven (1930) menamakan satuan ini “Lapisan Matano Atas”.
Lajur Ofiolit Sulawesi Timur
Batuan Beku
MTosu Batuan Ultramafik : harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit, serpentinit dan dunit. Harzburgit, hijau sampai kehitaman; holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya halus sampai kasar, terdiri atas olivin (60%) dan piroksen (40%). Di beberapa tempat menunjukkan struktur perdaunan. Hasil penghabluran ulang pada mineral piroksen dan olivin mencirikan batas masing-masing kristal bergerigi. Lherzolit, hijau kehitaman; hotokristalin, padu dan pejal. Mineral penyusunnya ialah olivin (45%), piroksen (25%), dan sisanya epidot, yakut, klorit dan bijih dengan mineral berukuran halus sampai kasar. Wehrlit, bersifat padu dan pejal; kehitaman; bertekstur afanitik. Batuan ini tersusun oleh mineral olivin, serpentin, piroksen dan iddingsit. Serpentin dan iddingsit berupa mineral hasil ubahan olivin. Websterit, hijau kehitaman; holokristalin, padu dan pejal. Batuan ini terutama tersusun oleh mineral olivin dan piroksenkilno berukuran halus sampai sedang. Juga ditemukan mineral serpentin, klorit, serisit dan mineral kedap cahaya. Batuan ini telah mengalami penggerusan, hingga di beberapa tempat terdapat pemilonitan dalam ukuran sangat halus yang memperlihalkan struktur kataklas. Serpentinit, kelabu tua sampai kehitaman; padu dan pejal. Batuannya bentekstur afanitik dengan susunan mineral antigorit, lempung dan magnetit. Umumnya memperlihatkan struktur kekar dan cermin sesar yang berukuran megaskopis. Dunit, kehitaman; padu dan pejal, berteksur afanitik. Mineral penyusunnya ialah olivin, piroksen. plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit; berbutir halus sampai sedang. Mineral utama Olivin berjumlah sekitar 90%: Tampak adanya penyimpangan dan pelengkugan kembaran yang dijumpai pada piroksen. mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Di beberapa tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan dari struktur sisa seperti jaring dan barik-barik mineral olivin dan piroksen; serpentin dan talkum sebagai mineral pengganti.
MTosm Batuan Mafik : gabro, diabas. Gabro, sebagai retas di dalam batuan ultramafik; kelabu berbintik hitam; bersifat padu dan pejat. Batuan ini bertekstur faneritik dengan susunan mineral plagioklas, olivin, antigorit, serta sedikit magnetit dan serisit. Tebal retas gabro sampai 2 m. Diabas, kelabu sampai hitam; pejal dan bertekstur afanitik atau membutir; hipidiomorf dengan butiran halus sampai sedang. Mineral penyusunnya ortoklas atau piroksen, klorit, lempung, oksida besi, dan sedikit kuarsa. Plagioklas dan ortoklas urnumnya terubah menjadi lempung kelabu. Piroksen sebagian terubah menjadi kiorit dan oksida besi. Klorit berwarna hijau muda; umumnya bercampur dengan oksida besi, sehingga warnanya menjadi kekuningan serta sering terdapat mengisi rongga di antara mineral. Batuan ini terdapat di dalam Komplek Ultramafik sebagal bagian daripada ofiolit. Batuan Ultramafik dan Mafik ini diperkirakan merupakan batuan tertua di Lembar Malili dan diduga berumur Kapur. Sebarannya meluas di sekitar Danau Matano dan Danau Towuti di timur dan tenggara Lembar peta, meliputi pegunungan Verbeek, Bulu Salura, Pegunungan Tometindo, Bulu Bukia, Bulu Tambuhuna, Bulu Tampara Masapi dan Butu Lingke. Satuan ini secara tektonik bersentuhan dengan batuan Mesozoikum dan Paleogen, dan secara tak selaras tertindih batuan sedimen Neogen dan Kuarter.
Batuan Tektonik
MTwm Bancuh (Melange) Wasuponda : terdiri dari bongkahan asing, sekis, genes, batuan mafik, amfiboilt, diabas malih, batuan ultramafik (pikrit), batugamping terdaunkan dan eklogit; berukuran dari beberpa sentimeter sampai puluhan meter, bahkan ratusan meter; terutama dalam masa dasar lempung merah bersisik yang sering menunjuktan perdaunan, s tempat juga masa dasar serpentinit terdaunkan (pikrit). Satuan ini diduga merupakan bancuh tektonik (Simandjuntak, 1980), berdasarkan bentuk bodin yang menunjukkan kesan penekukan dan lempung bersisik yang terdaunkan. Berdasarkan ketiadaan bongkah asing yang berumur Tersier, diperkirakan satuan ini terbentuk datam lajur penunjaman Zaman Kapur. Ketebalan sulit ditentukan; hubungannya dengan batuan ultramafik dan Formasi Matano berupa persentuhan tektonik. Singkapan baik terdapat di daerah Wasuponda di baratdaya Danau Matano.
MTs Batuan Serpentin : Serpentin (pikrit, dikuasai oleh mineral antigorit, sedikit talkurn, lempung dan magnetit; hitam kehijauan; permukaan mengkilap; tergeruskan, dengan cermin sesar dan kekar yang tak beraturan; umumnya memperlihatkan persekisan yang setempat terlipat, dan dapat dilihat dengan mata bugil. Talkum menyerabut, menempati retakan di antara serpentin; lempung, kelabu, sangat halus, terdapat secara berkelompok di beberapa tempat dalam batuan. Magnetit, hitam kedap; biasanya mengisi retakan dalam batuan. Batuan serpentin merupakan hasil ubahan batuan ultramafik yang terbentuk dalam kerak samudera pada Paleozoikum Akhir diperkirakan dialih mampatkan pada Mesozoikum. Singkapan di daerah selatan D. Poso, dan sebagai bongkahan dalam Bancuh (Melange) Wasuponda. Ketebalan sulit diperkirakan, berdasarkan penampang melebihi 1000 m. Hubungan dengan batuan sekitarnya berupa persentuhan tektonik.
Lajur Metamorfik Sulawesi Tengah
Batuan Malihan
MTpm Komplek Pompangeo : sekis, genes, pualam, serpentinit dan meta kuarsit, batusabak, filit dan setempat breksi. Sekis, putih, kuning kecoklatan, kehijauan kelabu; kurang padat sampai sangat padat serta memperlihatkan perdaunan. Setempat menunjukkan struktur chevron, lajur tekuk (kink banding) dan augen, dan di beberapa tempat perdaunan terlipat. Batuan terdiri atas sekis mika, sekis mika yakut (garnet, sekis klorit-amfibolit dan sekis klorit-zoisit. amfibolit dan fasies sekis hijau-glaukofan-lawsonit. Tekstur batuan heteroblas; terdiri dari mineral lepidoblas dan granoblas berbutir halus sampai sedang; kuarsa, muskovit horenblende, klinozoisit, felspar, yakut (garnet), klorit, serisit; apatit dan titanit sebagai mineral tambahan. Genes, kelabu sampai kelabu kehijauan; bertekstur heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri atas genes kuarsa biotit dan genes pumpelit-muskovit-yakut. Bersifat kurang padat sampai padat. Genes kuarsa-biotit tersusun oleh mineral kuarsa, plagioklas dan biotit. Genes pumpelit-muskovit-yakut, berbutir halus sampai sedang setempat ditemukan blastomilonit yang berupa hancuran felspar, muskovit dan kuarsa. Batuan terutama terdiri atas plagioklas, kuarsa, muskovit dan pumpelit; yakut terdapat dalam bentuk granoblas.
Pualam (MTmm), kehijauan, kelabu sampai kelabu gelap, coklat sampai merah coklat, dan hitam bergaris putih; sangat padat dengan persekisan, tekstur umumnya nematoblas yang memperlihatkan pengarahan. Persekisan dalam batuan ini didukung oleh adanya pengarahan kalsit hablur yaag tergabung dengan mineral lempung dan mineral kedap (opak). Batuan terutama tersusun oleh kalsit, dolomit dan piroksen; mineral lempung dan mineral bijih dalam bentuk garis. Wolastonit dan apatit terdapat dalam jumlah sangat kecil. Plagioklas jenis albit mengalami penghabluran ulang dengan piroksen.
Serpentinit (MTsp), kehijauan sampai kehitaman; terdaunkan, menunjukkan kesan cermin sesar yang mengkilap pada permukaannya. Setempat mengandung asbes dan rodingit. Batuan ini ditemukan dalam lajur sesar dengan ketebalan kurang dari satu meter sampai beberapa meter, dan dalam lajur sesar besar melebihi ratusan meter. Di beberapa tempat perdaunan yang telah terlipat (kink banding). Serpentin terdapat di sebelah utara Masamba, diantara sesar Palu-Koro dan sesar naik Masamba.
Kuarsit, putih sampai coklat muda; pejal dan keras; berbutir (granular), terdiri atas mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan sebagian besar terdini dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%. Oksida besi bercelah diantara kuarsa, jumlahnya sekitar 3%. Batuan ditemukan sebagai lensa di dalam batuan malihan; tebal mencapai 10 cm.
Batusabak, kelabu sampai coklat; agak padat sampai padat, setempat tampak struktur perlapisan halus (perarian).
Filit, coklat muda sampai coklat tua; padat, belahan berkembang baik, setempat terdaunkan; lensa atau pisahan kuarsa (quartz segregation) berwarna putih sampai coklat setebal beberapa mm sampai 1 cm.
Breksi aneka bahan, coklat kemerahan; padat, terkërsikkan dan termalihkan lemah. Komponen terdiri dari batugamping, rijang dan argilit; sebagian terdaunkan; berukuran sampai 15 cm; bentuk menyudut; masa dasar kalsit. Urat kuarsa dan kalsit memotong breksi ini secara tidak beraturan.
Secara umum, Komplek Pompangeo didominasi oleh sekis dan genes. Serpentinit umumnya ditemukan dalam lajur sesar. Pualam, kuarsit, batusabak dan filit terdapat berupa lensa atau perselingan dengan srkis.Umur satuan ini belum dapat dipastikan, tetapi diduga tidak lebih tua dari Kapur.
Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah Pegunungan Pompangeo, Koro-Ue dan Bakase yang terletak di sebelah utara pebukitan Bone-Bone, serta di utara, barat dan selatan Danau Poso, di barat desa Mangkutana, dan di utara Masamba.
Pualam terdapat cukup luas di barat Mangkutana yang merupakan lereng timur Pegunungan Baliase, serta dalam lensa-lensa kecil dengan ketebalan kurang dari satu meter sampai beberapa meter sering dijumpai dalam sekis dan genes. Setempat ditemukan perselingan dengan sekis seperti tersingkap di Kodina, selatan D. Poso. Satuan ini tertindih tak selaras oleh Formasi Tomata dan Formasi Bone-Bone; persentuhan tektonik berupa sesar-naik dengan batuan granit di barat dan batuan ofiolit di sebelah Timurnya.
Mandala Geologi Lajur Banggai-Sula
Batuan Sedimen
KJml Formasi Masiku : batusabak, serpih, filit, batupasir, batugamping dengan buncah gamping rijangan. Batusabak, kelabu hingga kelabu tua; berlapis baik, tebal lapisan sampai 5 cm; padat; belahan berkembang baik. Serpih, kelabu kehitaman; padat; berlapis baik dengan tebal lapisan mencapai 5 cm. Setempat mengandung lensa tipis batupasir kelabu, berbutir sedang - kasar; padat. Tebal lensa mencapai 0,5 cm. Filit, kelabu gelap; berbutir halus, padat berlapis baik dengan tebal lapisan mencapai 5 cm; belahan berkembang baik setempat mengandung urat kuarsa sampai setebal 1 cm. Batupasir, kelabu kecoklatan; berbutir halus sampai kasar komponen terdiri dari kuarsa, mika, felspar dan kepingan batuan; padat; lapisan cukup baik dengan tebal sampai 10 cm. Batugamping, putih kotor, kelabu muda sampai coklat; berbutir halus; berlapis baik dengan tebal lapisan mencapai 15 cm; di beberapa tempat mengandung urat-urat kalsit; setempat mengandung buncah rijang. Rijang, coklat kemerahan; berupa lensa dan buncah berbentuk lonjong dan memanjang. Tebal mencapai 5 cm; mengandung fosil mikro. Batuan ini terlipat kuat dan tersesarkan; rekahan dan kekar sangat umum dijumpai. Fosil penunjuk umur tidak ditemukan. Diduga Formasi Masiku berumur Jura Akhir-Kapur Awal dan diendapkan dalam llngkungan laut dalam. Satuan ini tersingkap di selatan Kolonodale, dan meluas ke utara di Lembar Poso. Tebal satuan sekitar 500 m. Diduga satuan ini menindih selaras Formasi Tetambahu dan bersentuhan secara tektonik dengan batuan ofiolit dan Formasi Matano.
Sedimen Klastika Pasca Orogenesa Neogen
Kelompok Molasa Sulawesi : Kelompok ini terdiri dari batuan klastika kasar, termasuk Formasi Tomata, Formasi Bone-bone dan Formasi Larona.
Tmpt Formasi Tomata : perselingan serpih, batupasir, batupasir dan konglomerat dengan sisipan napal dan lignit. Serpih, kelabu sampai kecoklatan; berlapis baik dan padat; tebal lapisan sampai 40 cm; di beberapa tempat gampingan dan mengandung konkresi oksida besi berukuran sampai 10 cm atau berupa lensa setebal 5 cm. Batupasir, kelabu sampai kuning kecoklatan; berbutir halus sampai kasar; setempat kerikilan; terdiri dari rombakan kuarsa, kuarsit, mika dan rijang perlapisan cukup baik; tebat tiap lapisan 30 cm; tidak padat kecuali setempat. Konglomerat, berkomponen kuarsit, kuarsa, batugamping terdaunkan; terekat pasir berlumpur secara kurang padat sampai padat; membulat tanggung sampai membulat, dengan ukuran sampai 10 cm; tebal lapisan sampai 40 cm. Napat, kelabu; agak padat; berupa sisipan dalam serpih dan batupasir dengan ketebalan sampai 10 cm. Lignit, kehitaman; kurang padat, sebagai sisipan dalam serpih di bagian atas satuan; tebal sampai 200 m. Ke arah atas serpih dan batupasir lebih dominan dibandingkan dengan konglomerat. Kandungan fosil dalam batupasir halus: Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides trilobus REUSS, G. ruber D’ORBIGNY, G. obliquus BOLLI, Globorotalia acostacusis BRADY, Globoquadrina altispira USHMAN & JARVIS, G. dehiscens CHAPMAN, PARR, COLLINS dan Sphacroidinella seminulia SCHWAGER, yang menunjukkan umur Miosen Akhir - Pliosen serta lingkungan pengendapan laut dangkal dan setempat payau. Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah lembah S. Kadata di antara desa Sombu Limu dan Koro Lemo, daerah antara desa Tomata dan Gontara, serta pebukitan antara Bulu Ponteoa dan Bulu Paangkombe, di bagian timurlaut daerah Malili. Tebal satuan ini sekitar 1000 m. Hubungan antara Formasi Tomata dan Formasi Larona mungkin menjemari. Berdasarkan kesamaan litologi, Formasi Tomata dapat dikorelasikan dengan molasa Sulawesi Sarasin dan Sarasin (1901).
Tmpb Formasi Bone-Bone : Perselingan antara konglomerat, batupasir, napal dan lempung tufaan. Konglomerat, kelabu kecoklatan; kurang padat hingga padat; pilahan dan kemas buruk, komponen terutama didominasi oleh batuan malihan, juga terdapat batuan gunungapi andesit, batugamping terdaunkan, kuarsit dan kuarsa. Bentuk komponen membundar sampai membundar tanggung, umumnya berukuran sampai 10 cm, tetapi ada juga yang sampai 30 cm. Perekatnya batupasir berbutir sedang sampai kasar, di beberapa tempat gampingan; setempat perlapisan bersusun dengan bidang lapisan sulit dikenali. Tebal lapisan berkisar 1 - 6 m. Lapisan bergabung umum terdapat, sehingga lapisan menjadi sangat tebal, mencapai belasan meter. Batupasir, kelabu sampai kecoklatan; padat dan keras, kadang - kadang gampingan; berbutir halus sampai kasar, setempat kerikilan; menyudut tanggung sampai membulat tanggung, terpilah baik; kompone berupa kepingan batuan malihan, gunungapi, mika, imineral mafik, dan kuarsa membentuk perselingan dengan napal dan lempung tufaan; tebal lapisan antara 25 cm - 1 m. Struktur permukaan erosi, kesan beban. dan perlapisan bersusun dalam beberapa lapisan batupasir secara berangsur beralih ke konglomerat di bawahnya. Napal, kelabu tua sampai kelabu muda; kurang padat, berlapis baik dengan ketebalan tiap lapisan antara 1 - 15 cm. Lempung tufaan, kelabu kecoklatan sampai coklat; kurang padat, berlapis baik; setempat struktur perarian. Tebal tiap lapisan 1 - 20 cm, tidak jarang sampai 200 mm. Bagian bawah formasi terutama terdiri dari perselingan napal, batupasir dan lempung tufaan, sedangkan bagian atas didominasi oleh konglomerat dan batupasir sela (litos). Napal mengandung fosil foraminifera kecil diantaranya: Globoquadiin dehiscens CHAPMAN, PARR, COLLINS, Globorotalia acostacizsis BLOW dan G. plesiotumida BLOW & BANNER, yang menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen (N16-N19). Satuan ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal dan terbuka (neritik). Tersebar di utara Masamba, Bone-Bone sampai Mangkutana. Ketebalannya diduga melebihi 750 m; terletak tak selaras di atas Komplek Malihan Pompangeo.
Tpls Formasi Larona : Konglomerat, batupasir, batulempung dengari sisipan tufa. Konglomerat, kelabu sampai kelabu hitam; komponen berupa batuan ultramafik, batugamping terdaunkan, kuarsit, rijang berukuran 10-30 cm, membulat tanggung sampai membulat; terekat padat oleh batupasir kasar kecoklatan, setempat gampingan; pilahan dan kemas kurang baik, tebal tiap lapisan minimum 25 cm; memperlihatkan perlapisan bersusun. Batupasir, kelabu sampai coklat; berbutir kasar, komponen berupa kepingan batuan, juga kuarsa dan piroksen; cukup padat; perlapisan baik, di beberapa tempat menunjukkan perlapisan bersusun; tebal tiap lapisan sampai 20 cm. Juga terdapat. batupasir hijau, berbutir kasar dengan komponen hampir seluruhnya terdiri dari rombakan batuan ultramafik, tebal lapisan antara 3-10 cm; padat dan berlapis baik. Lempung, kelabu; berlapis baik, berupa sisipan dalam konglomerat atau dalarn batupasir; padat, setempat gampingan dan mengandung fosil Gastropoda, setempat jejak daun; tebal tiap lapisan sampai 10 cm. Tufa, kelabu; berbutir halus dan kompak; berupa sisipan dalam batupasir, ketebalan mencapai 10 cm. Berdasarkan kesamaan litologi dengan Formasi Bone-Bone (Tmpb), Formasi Larona berumur Miosen Akhir-Pliosen. Satuan batuan ini. diendapkan dalarn lingkungan laut dangkal sampai darat. Sebarannya meliputi pebukitan di utara S. Waki sampai desa Lerea, di bagian selatan Lembar Bungku; tebal sekitar 1000 m; perlipatan lemah yang menyebabkan sudut kemiringan sampai 350. Formasi Larona dan Formasi Tomata tertindih secara tidak selaras oleh endapan danau dan aluvium.
STRUKTUR DAN TEKTONIKA
Struktur dan geologi Lembar Malili memperlihatkan ciri Komplek tubrukan dan pinggiran benua yang aktif. Berdasarkan struktur, himpunan batuan, biostratigrafi dan umur, daerah ini dapat dibagi menjadi 2 domain yang sangat berbeda, yakni : 1) alohton: ofiolit dan malihan, dan 2) autohton: batuan gunungapi dan pluton Tersier dan pinggiran benua Sundaland, serta kelompok molasa Sulawesi. Lembar Malili, sebagaimana halnya daerah Sulawesi bagian timur, memperlihatkan struktur yang sangat rumit. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pergerakan tektonik yang telah berulangkali terjadi di daerah ini.
Struktur penting di daerah ini adalah sesar lipatan, selain itu terdapat kekar dan perdaunan. Secara umum kelurusan sesar berarah baratlaut-tenggara. Yang terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar turun, yang diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Beberapa sesar utama tampaknya aktif kembali. Sesar Matano dan sesar Palu-Koro merupakan sesar utama berarah baratlaut-tenggara, dan menunjukkan gerak mengiri. Diduga kedua sesar itu masih aktif sampai sekarang (Tjia 1973; Ahmad, 1975), keduanya bersatu di bagian baratlaut Lembar. Diduga pula kedua sesar terscbut terbentuk sejak Oligosen, dan bersambungan dengan sesar Sorong sehingga merupakan satu sistem sesar “transform”. Sesar lain yang lebih kecil berupa tingkat pertama dan/atau kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah sesar utama tersebut. Dengan demikian sesar-sesar ini dapat dinamakan Sistem Sesar Matano-Palu-Koro.
Lipatan yang terdapat di daerah ini dapat digolongkan dalam lipatan lemah, lipatan tertutup dan lipatan tumpang tindih. Pada yang pertama kemiringan lapisannya landai biasanya tidak melebihi 3° yang dapat digolongkan dalam jenis lipatan terbuka. Lipatan ini berkembang dalam batuan yang berumur Miosen hingga Plistosen; biasanya sumbu lipatannya bergelombang dan berarah baratdaya-timurlaut. Pada yang kedua, baik yang simetris maupun yang tidak, kemiringan lapisannya antara 500 dan tegak, ada juga yang terbalik. Lipatan ini biasanya terdapat dalam batuan sedimen Mesozoikum. Sumbu lipatan pada umumnya berarah utara-selatan, mungkin golongan ini terbentuk pada Kala Oligosen atau lebih tua.
Adapun yang ketiga berkembang dalam batuan sedimen Mesozoikum, batuan malihan dan di beberapa tempat dalam serpentin yang terdaunkan. Lipatan dalam batuan sedimen Mesozoikum berimpit dan/atau memotong lipatan terdahulu, sehingga ada sumbu lipatan pertama (f1) yang berimpit dengan yang kemudian (f2), di samping f1 terpotong oleh f2. Lipatan kedua (f2) ini diperkirakan terbentuk pada Miosen Tengah. Kedua lipatan ini tampaknya mengalami deformasi lagi pada Plio-Plistosen, dan membentuk lipatan fasa ketiga (f3) dengan sumbu lipatan yang berarah baratlaut-tenggara, sama dengan lipatan pada batuan sedimen muda. Jenis lipatan ini dalam ukuran megaskopis berkembang dataran batuan malihan dan serpentin yang terdaunkan.
Kekar terdapat dalam hampir scmua jenis batuan dan tampaknya terjadi dalam beberapa perioda. Pola dan arah kekar ini sesuai dengan jenisnya, ac; b atau diagonal. Perkembangan tektonik dan sejarah pengendapan batuan sedimcn di daerah ini tampaknya sangat erat hubungannya dengan perkembangan Mandala Banggai-Sula yang sudah terkeratonkan pada akhir Paleozoikum.
Pada Zaman Trias Formasi Tokala diendapkan di datam paparan tepi lereng benua. Pada akhir Trias terjadi pemekaran pinggiran benua yang kemudian disusul pengendapan Formasi Batebeta secara selaras di atasnya pada awal Jura.
Pada Zaman Jura Formasi Nanaka diendapkan secara tidak selaras di atas batuan yang lebih tua, dalam lingkungan darat hingga laut dangkal. Di bagian neritik luar diendapkan Formasi Tetambahu dan Formasi Masiku pada akhir Jura hingga permulaan Kapur. Ketiga satuan ini terbentuk di pinggiran benua yang saat ini menjadi Mandala Banggai-Sula. Semuanya tersingkap di Lembar Bungku (Simandjuntak drr., 1981) di sebelah timur lembar ini.
Pada Zaman Kapur, dibagian lain dalam cekungan laut dalam di sebelah barat terjadi pemekaran dasar samudera, dan membentuk kerak samudera yang sebagian menjadi Lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Pengendapan bahan-bahan pelagos di atas kerak samudera ini berlangsung hingga Zaman Kapur Akhir (Formasi Matano).
Pada Zaman Kapur Akhir, lempeng samudera yang bergerak ke arah barat menunjam di bawab pinggiran benua dan/atau di daerah busur gunungapi. Jalur penunjaman ini sekarang ditandai oleh batuan bancuh di Wasuponda (Simandjuntak, 1980). Di cekungan rumpang parit busur di pinggiran yang aktif di sebelah barat, diendapkan batuan sedimen jenis “flysch, Formasi Latimojong pada Kapur Atas. Pengendapan batuan ini disusul oleh Formasi Toraja pada Kala Eosen dan kegiatan gunungapi bawah laut pada Kala Oligosen (Vulkanik Lamasi) yang berlangsung terus hingga Mioscn (Volkanik Rampi dan Tineba). Satuan batuan ini sekarang merupakan bagian dan Mandala Sulawesi Barat.
Pada Zaman Paleogen pengendapan batuan karbonat (Formasi Larca) berlangsung dalam busur laut yang semakin mendangkal, yang disusul pengendapan Formasi Takaluku pada Kala Miosen Tengah.
Pada Kala Oligoson, sesar Sorong yang menerus ke sesar Matano dan Palu-Koro mulai aktif dalam bentuk sesar transcurrent. Akibatnya minikontinen Banggai-Sula bergerak ke arah barat dan memisahkan diri dari benua Australia.
Pada Kala Miosen Tengah bagian timur kerak samudera di Mandala Sulawesi Timur menumpang tindih (obducted) platform Banggai-Sula yang bergerak ke arah barat. Dalam pada itu, di bagian barat lajur penunjaman dan busur luar tersesarsungkupkan di atas rumpang parit busur dan busur gunungapi, dan mengakibatkan ketiga Mandala geologi tersebut saling berhimpitan.
Pada Akhir Miosen hingga Pliosen, batuan kiastika halus sampai kasar Kelompok Molasa Sulawesi (Formasi Tomata, Bone-Bone) diendapkan dalam lingkungan taut dangkal dan terbuka dan sebagian berupa endapan darat yang bersamaan dengan intrusi yang bersifat granit di bagian barat.
Pada Kala Plio-Plistosen keseluruhan daerah mengalami deformasi. Intrusi yang bersifat granit menerus di Mandala Sulawesi Barat, yang dibarengi oleh perlipatan dan penyesaran bongkah yang mengakibatkan terbentuknya berbagai cekungan kecil, dangkal dan sebagian tertutup. Di dalamnya diendapkan batuan kiastika kasar dan keseluruhan daerah terangkat. Pada bagian tertentu, endapan aluvium, danau, sungai dan pantai berlangsung terus hingga sekarang.
SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
Bahan galian yang terdapat di lembar Malili di antaranya nikel, bijih besi, kromit, emas, batugamping, granit, basal, andesit, batubara, pasir dan kerikil Bijih nikel pada saat ini sedang ditambang oleh PT. Inco di daerah Soroako. Bijih tersebut biasanya terdapat dalam endapan laterit berasal dari batuan ultramalik yang melapuk. Di samping itu bijih besi yang potensial terdapat pada bagian atasnya (sebagai penudung) yang biasanya berupa daerah-daerah datar (PT Inco, 1972, Sukamto, 1975).
Kromit dijumpai sebagai endapan primer dan sekunder yang pertama berupa lensa, lapisan tipis, bentuk pod atau sebagai butiran yang menyebar dalam batuan ultramafik dan erat hubungannya dongan harzburgitdan dunit yang telah terserpentinkan (Sophaheluwakan dan Suparka, 1978). Kromit sekunder tipe sedimenter terdapat sebagai komponen dalam konglomerat. Endapan tersebut terdapat di sekitar Karebe dan S. Larona, sebelah baratdaya Malili.
Emas tipe sedimenter (placer deposit) terdapat di S. Lamasi, daerah Palopo, diusahakan oleh penduduk dengan cara mendulang.
Batubara dan lignit tidak banyak terdapa, berupa lensa-lensa dalam Formasi Toraja dan Formasi Tomata.
Batugamping pejal terdapat di bagian selatan D. Matano, sebagian sudah dimanfaatkan oleh PT. Inco untuk bahan bangunan. Pualam terdapat di daerah pegunungan Baliase.
Granit, basal dan andesit terdapat mulai dan Palopo hingga Sabbang dan Masamba, bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan pengeras jalan. Pasir dan kerikil terdapat di daerah aluvium, sangat halus, di utara Teluk Bone.
PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH
Untuk pengembangan wilayah yang menunjukkan prospek baik ialah daerah dataran rendah yang membentang mulai dan Palopo sampai daerah Wotu. Di daerah ini selain sarana angkutan sudah ada, juga tanahnya cukup subur dan baik sekali untuk pesawahan, sehingga sangat tepat untuk pemukiman transmigrasi. Pada saat ini proyek transmigrasi sudah dilaksanakan di daerah Bone-bone dan Wotu yang terakhir sudah dimulai sejek zaman Belanda (1930). Daerah lain yang sedang dikembangkan ialah daerah Wowondula dan Wasuponda, yang sepenuhnya dibiayai dan dikelola oleh PT Inco.
Di S. Larona pembangkit listrik tenaga air telah dibangun oleh PT. Inco yang menghasilkan tenaga listrik paling besar di Sulawesi. D. Poso, D. Towuti dan D. Matano sangat untuk dikembangkan menjadi industri pariwisata disamping untuk perikanan.
Lihat dan Download Peta Geologi Lembar Malili : klik di sini!!!
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, W., 1975, Geology along the Matano Fault Zone, East Sulawesi, Indonesia, Proc. Regional conference on the Geology and Mineral Resources of Southeast Asia, pp. 143- 150.
Bemmelen, R.W.van, 1949, The Geology of Indonesia, Maninus Nijh off The Hague.
Brouwer, H.A., 1974, Geological Exploration in the Island of Celebes: Amsterdam, Nort, Holland Pith. Co
Djuri and Sudjatmiko, 1974, Geologic Map of the Majene and Western part of Palopo Quadrangles, South Sulawesi : Geol. Survey of Indonesian.
Francken, C. & Jones, D., 1971, Report on a Photo Geological Study of South Eastern Sulawesi, Prepared by KLM.:Acrocanofor PT. INCO, Unpub.
Hamilton, Warren, 19Th Preliminary Tectonic Map of the Indonesian Region: US Geol. Open file report.
------, 1973, Tectonic of the Indonesian Region : Proc. Regional Conference on the Geology of Southeast Asia: Geol. Soc. Malaysia. Bull. No.6.
Hopper, R.H., 1941. A Geology Reconnaissance in the East Arm of Celebes and Island Peleng: Unpub. rep. May 23, 1947,: Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij.
Koothoven, W.C.B.,1932, The Geology of the Malili Field, Central Celebes (Dutch): JB Mijnw.Ned.Indic. Verh.III.
—, 1923, Report on the Investigation of Nickel Ore and Chromite in the Lasolo Area (Subscct.: Kendari) : Arsip Pus. Jaw. Geologi No. 20/br.
PT International Nickel Indonesia, 1972, Laterite Deposits in the Southeast Arm of Sulawesi: Unpub. Rep. Presented at Regional Conference on the Geology of Southeast Asia, Kualalumpur, March 1972.
Sarasin, F, 1901, Entwurf drier Geografische, Geologischen Beschrcibung der Inset Celebes: Wiesbaden.
Simandjuntak, T.O., 1980, Wasuponda Melange PIT lAGI VIII, Jakarta.
-------,1981, Some Sedimentological Aspects of Mesozoic rocks in Eastern Sulawesi : PIT IAGI IX, Yogyakarta.
Simandjuntak, T.O., 1986, Sedimentology and Teetontcs of the Collision Complex in the East Arm of Sulawesi, Unpub. PhD thesis RHBNC University of London, 374 pp.
Sukamto, Rab., 1973, Reconnaissance Geologic Map of Palu Area, Central Sulawesi : Gcot. Survey of Indonesia.
-------1975a, Geologic Map of Indonesia, Sheet VIII, UjungPandang, Scale 1:1.000.000 Geol. Survey of Indonesia.
-------,1975b, The Structure of Sulawesi in the light of Plate Tectonics: Proc. Reg. Conf. on the Geol. and Min. Resources of South cast Asia, Jakarta: Indonesian Association of Geologists.
Sophaheluwakan, Jan & Suparka, 1978, Geologi dan Asosiasi Cebakan Kromit daerah Malili dan sekitarnya, Sulawesi Selatan : Laporan Penelitian, LGPN LIPI.
Sunarya,Y., Yudawinata, K. & Herman,D,Z.,1980, Penelitian Stratigrafi dan Studi Geokimia Endapan Bijih Tipe Kuroko di daerah Sangkaropi, Kecamatan Sesean, Tanah Toraja, Sulawesi Selatan : PIT (AGI IX, Yogyakarta.
Socria Atmadja, R., Golightly, J.P. & Wahju, BK, 1972, Mafic and Ultramafic Rock Association in the East Arm of Sulawesi: Unpub. Rep. Presented at Reg. Conf on the Geol, of SE Asia, Kualalumpur, March 1972.
Tjetje Apandi, 1980, Geologic Map of Mamuju Quadrangle, Sulawesi, Scale 1:250.000: Geol. Survey of Indonesia.
Tjia, M.D. & Zakaria, T., 1974, Palu-Koro Strike Slip Fault Zone, Central Sulawesi, Indonesia: Sains Malaysiana.
Umbgrove, J.H.F., 1935, Dc Pretertiare Historic van de Indischen Archipel : Leidsche GeoL Medal. 7.
Leeuwen, Th.M. van, 1979, The Geology of Southeast Sulawesi with Special Reference to the Biru Area: CCOP-IOC/SEATAR, Bandung, July 1979.
0 comments: