Fisiografi Regional
Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) yang berkembang sepanjang tepi paparan sunda di Baratdaya Asia Tenggara (Heidrick dan Aulia, 1993). Cekungan ini terbentuk akibat penunjaman lempeng Samudra Hindia yang bergerak relatif ke arah Utara dan menyusup ke bawah lempeng Benua Asia.
Fisiografi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)
Cekungan Sumatra Tengah terbentuk pada awal Tersier dan merupakan seri dari struktur halft graben yang terpisah oleh blok horst yang merupakan akibat dari gaya ekstensional yang berarah Timur-Barat. Batuan Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di sebelah Barat Sumatra hingga ke dataran pantai Timur Sumatra. Pada beberapa daerah halft graben ini diisi oleh sedimen clastic non-marine dan sedimen danau (Eubank dan Makki 1981 dalam Heidrick, dkk., 1993).
Cekungan Sumatra Tengah berbentuk asimetri yang berarah Baratlaut-Tenggara. Cekungan Sumatra Tengah bagian Baratdaya dibatasi oleh Bukit Barisan, bagian Baratlaut dibatasi oleh Tinggian Tigapuluh dan bagian Timurlaut dibatasi oleh Keraton Sunda.
Stratigrafi Regional
Berdasarkan sejarah geologi yang dihubungkan dengan evaluasi tektonik lempeng, urutan stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah dapat dibagi menjadi empat sekuen pengendapan yang merefleksikan fase-fase yang berbeda pada perkembangan cekungan (Eubank dan Makki 1981 dalam Heidrick, dkk., 1993). urutan-urutan tersebut adalah :
Sekuen syn-rift yang berumur Eosen-Oligosen Bawah yang tersusun oleh sedimen kipas aluvial, fluvial dan lakustrin yang mempunyai batuan sumber lokal.
Sekuen post-rift yang berumur Oligosen Atas-Miosen Tengah yang tersusun atas sedimen fluvial, batupasir delta dan laut, batu serpih dan batubara.
Sekuen syn-orogenic berumur Miosen Tengah-Pliosen yang terdiri dari batupasir, batuserpih, batubara, sedimen delta dan fluvial.
Sekuen post-orogenic berumur Pliestosen-Holosen terdiri dari Pasir, tanah gambut dan estuarin.
Stratigrafi regional didalam Cekungan Sumatra Tengah tersusun dari beberapa unit formasi dan kelompok batuan dari yang tua ke muda. Batuan dasar yang berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatra Tengah dibagi menjadi tiga kelompok batuan (Eubank dan Makki 1981 dalam Heidrick, dkk., 1993), yaitu:
Mallaca Terrane di sebut juga Quartzite Terrane yang terdiri dari kuarsit, batugamping kristalin, sekis dan serpih yang berumur 295Ma dan 1112-122,150Ma serta diintrusi oleh granodiorit dan granitik yang berumur Jura. Kelompok ini dijumpai pada coastal plain yaitu bagian Timur dan Timurlaut.
Mutus Assemblage (Kelompok Mutus), merupakan zona yang memisahkan antara Quartzite Terrane dan Deep-Water Assemblage. Kumpulan Mutus ini terletak di sebelah Baratdaya dan coastal plain dan tersiri dari batuan ofiolit dan sedimen laut dalam.
Deep-Water Mutus Assemblage atau disebut Graywacke Terrane, Kelompok ini terletak dibagian Baratdaya dari kelompok Mutus. Kelompok ini tersusun oleh Graywacke, pebbly-mudstone dan kuarsit.
Peta Basement Terranes yang mendasari Cekungan Tersier Sumatra Tengah (Eubank and Makki 1981 dalam Heidrick, dkk., 1993).
Secara tidakselaras di atas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen Tersier. Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatra Tengah dari yang tua hingga paling muda adalah Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko, Besakap dan Duri), Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.
Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Hedrick dan Aulia, 1993)
Kelompok Pematang
Kelompok Pematang merupakan batuan induk sumber hidrokarbon utama bagi perangkap-perangkap minyak bumi yang ada pada Cekungan Sumatra Tengah. Kelompok Pematang merupakan lapisan sedimen tertua berumur Peleogen. Sedimen syn-rift ini diendapkan pada half graben yang berarah Utara-Selatan dan terdiri dari kipas aluvial, sungai dan danau. Tidak hadirnya foraminifera memberi petunjuk bahwa lingkungan pengendapan adalah non-marine (Hedrick dan Aulia, 1993).
Kelompok Pematang terdiri dari lapisan silisiklastik non-marine yang terendapkan dalam suasana lembab dan tropis. Batuan yang mendominasi adalah konglomerat, batupasir, batulanau, batulumpur, batulempung dan serpih yang terendapkan pada lingkungan alluvial, fluvial, dataran banjir, delta dan danau. Pada kelompok Pematang sedimen ini berasal dari tinggian disekelilingnya.
Kelompok Pematang diendapkan secara tidakselaras di atas batuan dasar, yang terisi oleh sedimen–sedimen fluviatil dan lacustrine yang berumur Paleogen. Kelompok Pematang dibagi menjadi tiga Formasi:
Formasi Lower Red Bed, Formasi lower red bed merupakan sekuen yang paling sedikit diketahui dan menutupi daerah terluas dari Kelompok Pematang. Terdiri dari batulempung, batulanau, batupasir, konglomerat yang diendapkan pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan kipas alluvial dan berubah lateral menjadi lingkungan sungai dan danau. Suatu lingkungan pengendapan alluvial pada satuan lower red bed meliputi endapan lingkungan alluvial, delta sungai dan danau dangkal.
Formasi Brown Shale, Aktifitas sesar berubah pada saat pengendapan Brown Shale, demikian juga dengan iklim yang berubah menyebabkan lingkungan berkembang didominasi oleh lingkungan danau. Terdiri dari serpih laminasi baik, berwarna coklat sampai hitam, kaya akan material organik, yang mengindikasikan lingkungan pengendapan dengan kondisi air tenang. Sistem danau yang berkembang cukup lama berorientasi Utara-Selatan ini berkembang di berbagai subcekungan half graben.
Formasi Upper Red Bed. Terdiri dari litologi batupasir, konglomerat dan serpih merah kehijauan.
Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas diendapkan secara tidakselaras di atas Kelompok Pematang. Unit-unit sedimen merupakan sekuen transgresif yang menyebabkan penenggelaman lingkungan pengendapan darat menjadi fluvial-deltaic. Kelompok Sihapas terbagi menjadi empat formasi yaitu: Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri.
Formasi Menggala, merupakan formasi paling tua di Kelompok Sihapas, diperkirakan berumur Miosen Awal. Litologinya atas batupasir halus sampai kasar yang bersifat konglomeratan. Lingkungan pengendapannya berupa braided river sampai non-marine.
Formasi Bangko, berumur sekitar Miosen Awal. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Menggala. Litologinya berupa serpih abu-abu yang bersifat gampingan berselingan dengan batupasir halus sampai sedang. Lingkungan pengendapanya open marin shelf.
Formasi Bekasap, mempunyai kisaran umur Miosen Awal. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Bangko. Litologi penyusunnya berupa batupasir dengan kandungan glaukonit pada bagian atasnya serta sisipan serpih, batugamping tipis dan lapisan tipis batubara. Lingkungan pengendapan dari estuarine, intertidal, inner-neritic sampai middle/outer.
Formasi Duri, merupakan bagian teratas dari Kelompok Sihapas. Formasi Duri diendapkan secara selaras diatas Formasi Bekasap dan diperkirakan berumur Miosen Awal. Litologinya berupa batupasir berukuran halus sampai medium diselingi serpih dan sedikit batugamping. Lingkungan Pengendapan adalah barrier bar complex dan delta front.
Formasi Telisa
Formasi Telisa diendapkan secara selaras diatas Formasi Sihapas. Formasi ini didominasi oleh batu lempung dan diselingi oleh lapisan batulanau, batu gamping serta batupasir. Formasi Telisa berumur Miosen diendapkan pada lingkungan pengendapan marine.
Formasi Petani
Formasi Petani diendapkan secara selaras diatas Formasi Intra Petani. Formasi ini didominasi oleh lapisan-lapisan batulempung terkadang ditemukan perselingan batupasir dan batulanau. Lapisan-lapisan batupasir umumnya tidak terkonsolodasi. Formasi Petani berumur Miosen diendapkan pada lingkungan marine.
Formasi Minas
Formasi minas diendapkan secara selaras diatas Formasi Petani. Formasi ini terdiri dari lapisan yang di dominasi oleh batupasir dan terkadang muncul lapisan tipis batulempung. Dijumpai butiran sekunder terdiri dari vulkanik, karbonatan dan fragmen litik, glaukonit serta terkadang mineral mafik. Formasi Minas berumur Miosen hingga Pliosen dan diendapkan pada lingkungan deltaic.
Struktur Geologi Regional
Tektonik Cekungan Sumatra tengah dicirikan oleh blok-blok patahan dan transcurrent faulting, seperti pengangkatan, gravity tectonic, gliding dan lipatan kompresi. Sistem blok-blok patahan mempunyai orientasi penjajaran Utara-Selatan membentuk rangkain hors dan graben. Ada dua pola struktur utama di cekungan ini, yaitu pola-pola yang lebih tua cendrung berarah Utara-Selatan dan pola yang lebih muda yang berarah Baratlaut-Tenggara. (Mertosono dan Nayoan, 1974).
Bentuk struktur yang saat ini ada Cekungan Sumatra Tengah dan Sumatra Selatan merupakan hasil tiga fase tektonik utama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah, Tektonik Cretaceous Akhir-Tersier Awal dan Orogenesa Plio-Plistosen. Orogenesa Mesezoikum Tengah merupakan sebab utama termalihkannya batuan endapan Paleozoikum dan Mesozoikum. Endapan-endapan tersebut tersesarkan dan terlipatkan menjadi blok-blok struktur berukuran besar yang selanjutnya diterobos oleh batolit granit. Metamorf tersebut tersusun oleh strata dengan litologi yang berbeda tingkat metamorfismenya dan intensitas deformasi (De Coster, 1974)
Berdasarkan pada teori tektonik lempeng, tektonisme Sumatra zaman Neogen dikontrol oleh bertemunya Lempeng Asia dan Lempeng Samudera Hindia. Batas lempeng ditandai oleh adanya zona subduksi di Sumatra dan Jawa (Yarmanto dan Aulia, 1988).
Heidrick dan Aulia (1993) menyatakan bahwa perkembangan struktur di Sumatra Tengah secara geometri dan kinematika dibagi menjadi 4 episode tektonik utama (Gambar 2.2) yang dinotasikan sebagai F0, F1, F2 dan F3.
Episode Tektonik F0
Batuan dasar Pra-Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng samudera dan lempeng benua. Pada Pra-Tersier terjadi deformasi pada besement yang menyebabkan adanya sesar. Penyebab dari deformasi ini masih belum diketahui secara baik. Struktur yang ada pada umumnya berupa patahan yang tentunya telah mengalami reactivation menjadi sesar naik dan mendatar. Cekungan Sumatra Tengah memiliki batuan dasar Pra-Tersier yang dangkal. Sehingga sedimen yang menutupinya akan sangat mudah oleh tektonik. Orientasi struktur pada batuan dasar akan memberikan efek ada lapisan sedimen Tersier yang menumpang diatasnya dan selanjutnya akan mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Patahan- patahan ini juga merupakan batas dari basement terranes yang ada. Ada 4 terranes utama daru timur ke barat yaitu Malacca Terrane, Mutus Assemblages, Mergui Terrane dan Kualu Terrane.
Episode Tektonik F1
Episode tektonik F1 yang terjadi pada Eosen Awal-Oligosen Akhir mengawali perkembangan kerangka tektonik Tersier yang disebut juga fase riftting. Berdasarkan konsep tektonik lempeng regional, aktifitas tektonik pada fase ini ditandai dengan adanya tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia yang menghasilkan gaya trantensional hampir diseluruh Lempeng Sunda. Gaya ini menyebabkan terbentuknya sistem pemekaran kerak benua yang mengahasilkan rangkain geometri graben dan half graben. Fase ini juga merupakan penyebab terbentuknya sesar-sesar normal berarah Utara dan Timurlaut yang terkonsentarsi di sepanjang zona riftting berkesinambungan dan terisi oleh sedimen klastik darat dan sedimen danau dengan ketebalan yang berbeda-beda. Deformasi ekstensional pada skala besar berakhir pada saat pembentukan Kelompok sedimen Pematang.
Heidrick dan Aulia (1993). Menyampaikan ada tiga orientasi dan pola struktur yang membedakan dengan jelas satu sama lain pada episode tektonik F1 ini. Pola pertama, pola struktur yang berarah Utara-Selatan. Pola ini merupakan graben extensional utama yang diisi endapan lakustrin. Sedangkan pola kedua dan ketiga membentuk struktur graben dan half graben tidak begitu signifikan jika dibandingkan dengan struktur yang berarah Utara-Selatan.
Episode Tektonik F2
Fase ini berlangsung antara Akhir Oligosen- Miosen Tengah, fase ini disebut juga fase saging. Secara umum pada periode ini terjadi penurunan cekungan secara menyeluruh (trangresif) saat mana diendapkan endapan sedimen trangesif Kelompok Sihapas.
Dilihat dari aktifitas tektonik, fase ini diawali dengan berhentinya aktivitas pembentukan struktur riftting, ditandai dengan mulainya diendapkan endapan sedimen Kelompok Sihapas yang mana konteks tektonostratigrafi dimasukan dalam endapan post-rift. Aktifitas tektonik pada fase ini ditandai oleh munculnya sesar-sesar mendatar sepanjang sesar-sesar yang berarah Utara-Selatan yang terbentuk sebelumnya.
Episode Tektonik F3
Fase ini terjadi pada Akhir Miosen-Resen. Fase ini disebut juga fase kompresi. Aktifitas tektonik meliputi aktifitas sea floor spreading dari laut Andaman, pengangkatan regional, terbentuknya jalur pegunungan vulkanik dan right lateral strike slip sepanjang Bukit Barisan yang mengakibatkan kompresi sepanjang Cekungan Sumatra Utara dan Tengah dengan arah gaya NE-SW. Pada fase ini terbentuk ketidakselarasan regional. Formasi Petani dan Minas diendapkan tidakselaras diatas Kelompok Sihapas.
Beberapa peristiwa tektonik yang terjadi secara regional pada periode ini diantaranya merupakan awal subduksi sepanjang Palung Sunda. Munculnya busur vulkanisme tipe Andean di sepanjang batas SW Sundaland, Awal sea floor spreading di laut Andaman. Akitifitas gerakan strike slip lateral menganan sepanjang sumbu vulkanisme. Dilihat dari posisinya relatif terhadap zona subduksi cekungan back-arc, dimana didapatkan aktifitas atau intrusi batuan beku pada ketiga cekungan ini (Cekungan Sumatra Utara, Tengah dan Selatan).
Evolusi Cekungan Sumatra Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)
Petroleum System di Cekungan Sumatra Tengah
Cekungan Sumatra Tengah menjadi sangat menarik karena di dalamnya terkandung potensi minyak bumi yang besar. Hal ini dimungkinkan karena cekungan tersebut memiliki syarat-syarat yang cukup untuk menghasilkan minyak bumi, yaitu mempunyai batuan asal/induk (source rock), batuan reservoir, batuan tudung (cap rock) dan jebakan (trap)
Batuan Sumber Hidrokarbon (Source Rock)
Endapan lakustrin fasies Brown Shale Formasi Pematang dikenali sebagai batuan induk untuk kehadiran minyak di Cekungan Sumatra Tengah. Dua fasies organik diidentifikasi pada fasies Brown Shale, yakni fasies algal-amorphous (tipe I dan I-II) dan carbonaceous (tipe II dan III). Fasies algal-amorphous merupakan oil prone dan hadir pada bagian atas Brown Shale di daerah Tinggian Aman, Ranggau, Balam, dan Bengkalis. Fasies karbonan Brown Shale merupakan fasies gas dan sedikit kondensat/minyak ringan. Fasies karbonan hadir di daerah Tinggian Aman, Ranggau, Balam, dan Ranggau. Kekayaan organik rata-rata contoh Brown Shale adalah 5% TOC, pada beberapa bagian mencapai 20%. Fasies karbonan tersusun atas vitrinit (material humus dan sisa tumbuhan). Kekayaaan organik berkisar antara 1 – 43% TOC.
Batuan Reservoir (Reservoir Rock)
Batuan reservoir diendapkan sejak kurun waktu Oligosen hingga Miosen. Sejumlah 85% hidrokarbon di Cekungan Sumatra Tengah diproduksi dari Kelompok Sihapas. Kelompok ini terdiri dari formasi-formasi yaitu : F. Bangko, F. Bekasap, dan F. Duri. Yang berfungsi sebagai reservoir (Heidrick dan Aulia, 1993).
Formasi Bekasap di Cekungan bagian tengah dan utara dan Formasi Lakat di bagian Selatan dan Tenggara mempunyai umur Miosen Bawah dengan satuan batuan batupasir yang mempunyai ukuran butir menengah hingga kasar. Ketebalan rata-rata formasi ini adalah 35 feet. Dimana sekuen pengendapan mempunyai karakter system track pada LowStand System Tract (LST). Dari respon log terlihat bahwa formasi ini mempunyai karakter blocky.
Formasi Menggala mempunyai umur Miosen Bawah bagian atas dengan satuan batuan batupsir yang mempunyai ukuran butir menengah hingga halus. Ketebalan rata-rata formasi ini adalah 10 - 25 feet. Dimana sekuen pengendapan mempunyai karakter system track yaitu HighStand System Tract (HST). Dari respon log terlihat bahwa formasi ini mempunyai karakter butiran mengkasar keatas. Selain hidrokarbon dapat diproduksi dari formasi tersebut masih terdapat batuan pembawa minyak yang lain meliputi rekahan batuan dasar, Red Bed Bagian Bawah, Red Bed Bagian Atas dan Formasi Bangko.
Batuan Penyekat (Cap Rock)
Formasi yang merupakan lapisan tudung utama di Cekungan Sumatra Tengah adalah Formasi Telisa. Formasi ini terendapkan sejak Awal Miosen. Selain itu Formasi Petani Bagian Bawah yang terendapkan diatas Formasi Telisa juga merupakan formasi tudung. Selain itu juga terdapat lapisan penyekat yang baik untuk reservoir pada Formasi Pematang. Lapisan ini mengandung batulempung merah yang merupakan endapan tanah purba.
Jebakan (Trap)
Jebakan hidrokarbon terbentuk pada kurun tektonik ekstensional, sesar strike–slip dan pembalikan kompresional selama kurun waktu 28 juta tahun yang lalu hingga sekarang. Aktifitas yang paling aktif dalam pembentukan Jebakan ini terjadi sekitar 5 juta tahun yang lalu. Generasi-migrasi-akumulasi hidrokarbon terjadi sekitar 26 juta tahun yang lalu hingga sekarang. Generasi maksimum hidrokarbon terjadi pada palung yang lebih dalam pada kurun waktu antara 11 hingga 3 juta tahun yang lalu.
Menerut Heidrick dan Aulia (1993) sesar mendatar dekstral berarah Utara – Selatan di Cekungan Sumatra Tengah dapat membentuk struktur antiklin pada sesar–sesar yang membelok ke kiri. Struktur antiklin tersebut berperan sebagai jebakan hidrokarbon.
Migrasi
Berpindahnya minyak dari source rock ke reservoir rock (migrasi) mengakibatkan hidrokarbon mencapai reservoir pada Formasi yang letaknya lebih tinggi yaitu Formasi Menggala dan Formasi Bekasap. Migrasi ini dapat terjadi karena adanya perbedaan densitas. Densitas minyak lebih kecil menyebabkan minyak tersebut bergerak ke atas. Selain itu, juga di dukung adanya jebakan berupa sesar sebagai jalan untuk minyak berimigrasi.
Lihat dan Download Peta Geologi Pulau Sumatera : klik disini!!!
Referensi :
De Coster, G. L., 1974. The Geology of the Central and South Sumatra Basin. Proceedings 3rdAnnual Convention IPA, Juni 1974, Jakarta.
Eubank, R.T. and Makki, A. C., 1981. Structural Geology of the Central Sumatra Basin. Proceeding IPA, 10th Annual Convention, p. 285 – 317.
Heidrick, T. L. dan Aulia, K., 1996. Regional structural geology of the Central Sumatra Basin, Petroleum Geology of Indonesian Basins, Pertamina BPPKA Indonesia, hal.13-156.
Mertosono S. dan Nayoan G.A.S., 1974, The Tertiary Basinal Area Of Central Sumatra. Indonesian Petroleum Association, Proceedings 3th Annual Convention, Jakarta, p. 63- 76.
0 comments: