Pendahuluan
Pada dasarnya penafsiran peta topografi dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu penafsiran secara kualitatif dan kuantitatif. Penafsiran peta kualitatif memfokuskan pada semua aspek dari suatu peta, yaitu aspek kelerengan peta (lereng terjal atau landai), jenis iklim yang ada (beriklim kering atau basah), ada tidaknya kontrol struktur. Pertanyaan pertanyaan tersebut harus dapat dijawab secara baik melalui mengalaman, melalui perbandingan peta yang akan ditafsirkan dengan contoh kenampakan lainnya didalam peta, dan melalui pengamatan kenampakan kenampakan yang bersifat anomali untuk membantu dalam membedakan kenampakan kenampakan yang ada di peta dengan kenampakan lainnya.
Penafsiran kuantitatif adalah penafsiran yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang berbeda. Berapa derajat sudut lerengnya? Berapa nilai kerapatan sungainya (drainage densities)? ; Berapa derajat arah dari bukit yang ada di dalam peta. Meskipun pertanyaan pertanyaannya mirip dengan pertanyaan pada penafsiran kualitatif, namun berbeda dalam hal mengukur panjang suatu obyek, volume, frekuensi dalam analisis. Kedua analisa, baik analisa kualitatif maupun analisa kuantitatif yang dilakukan secara sendiri sendiri sudah cukup untuk memahami suatu peta topografi. Kedua analisa dapat saling menguatkan dalam memahami resistensi batuan dan struktur batuan, proses proses erosi dan pengendapan, dampak waktu terhadap suatu evolusi bentangalam.
Metode Penafsiran Peta Topografi
Ada dua cara dasar untuk belajar mengenal dan mengidentifikasi kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi, yaitu:
1. Melakukan pengamatan secara teliti terhadap bentuk-bentuk dari struktur geologi yang digambarkan dalam bentuk-bentuk kontur pada peta topografi. Gambaran/ilustrasi dari bentuk-bentuk semacam ini disebut sebagai kunci untuk mengenal dan mengidentifikasi kenampakan geologi.
2. Melalui metoda praktek dan pelatihan sehingga memiliki kemampuan melakukan deduksi dalam mengidentifikasi dan memaknakan kenampakan-kenampakan geologi melalui kajian dengan berbagai kriteria. Cara ini diyakini sangat dibutuhkan dalam melakukan interpretasi.
Meskipun banyak diilustrasikan disini bahwa kesamaan geologi yang terdapat di banyak tempat di dunia, baik secara stuktur geologi, stratigrafi dan geomorfologi detail serta hubungan diantaranya sangatlah unik. Berikut ini adalah beberapa cara dalam mengenal dan mengidentikasi kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi.
Pembuatan peta geomorfologi akan dipermudah dengan adanya data sekunder berupa peta topografi, peta geologi, foto udara, citra satelit, citra radar, serta pengamatan langsung dilapangan. Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk menetapkan satuan dan batas satuan geomorfologinya. Walaupun demikian, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif, maupun secara kuantitatif.
Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup efektif adalah:
1. Menarik semua kontur yang menunjukkan adanya lineament /kelurusan;
2. Mempertegas (biasanya dengan cara mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta;
3. Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis.
Pada butir 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang, tetapi dapat juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala, setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan garis-garis pendek ini.
Pada butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran sungai merupakan pencerminan keadaan struktur yang mempengaruhi daerah tersebut.
Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara kualitatif yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri.
Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
a. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang menunjukan batuan lunak atau lepas.
b. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya, menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
c. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan keras.
d. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu sendiri).
Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai.
Penafsiran Geomorfologi
Ada dua cara dasar untuk belajar mengenal dan mengidentifikasi kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi. Cara pertama adalah dengan mengamati dengan teliti dan detail terhadap bentuk-bentuk dari struktur geologi yang digambarkan dalam bentuk-bentuk kontur pada peta topografi. Gambaran / ilustrasi dari bentuk-bentuk semacam ini disebut sebagai kunci untuk mengenal dan mengidentifikasi kenampakan geologi. Cara kedua adalah melalui metoda praktek dan pelatihan sehingga memiliki kemampuan melakukan deduksi dalam mengidentifikasi dan memaknakan kenampakan-kenampakan geologi melalui kajian dengan berbagai kriteria. Cara kedua ini diyakini sangat dibutuhkan dalam melakukan interpretasi.
Meskipun banyak diilustrasikan disini bahwa kesamaan geologi yang terdapat di banyak tempat di dunia, baik secara stuktur geologi, stratigrafi dan geomorfologi detail serta hubungan diantaranya sangatlah unik. Berikut ini adalah beberapa cara dalam mengenal dan mengidentikasi kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi. Pembuatan peta geomorfologi akan dipermudah dengan adanya data sekunder berupa peta topografi, peta geologi, foto udara, citra satelit, citra radar, serta pengamatan langsung dilapangan. Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk menetapkan satuan dan batas satuan geomorfologinya.
Penafsiran Peta Topografi
Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000 (atau lebih kecil). Acapkali skala yang lebih besar, seperti skala 1 : 25.000 atau 1 : 12.500 umumnya merupakan pembesaran dari skala 1 : 50.000. dengan demikian, relief bumi yang seharusnya muncul pada skala 1 : 25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan sama saja dengan peta skala 1 : 50.000. Dengan demikian, sasaran / objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang digunakan. Perhatikan Tabel 1 dibawah, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif, maupun secara kuantitatif.
Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000 (atau lebih kecil). Acapkali skala yang lebih besar, seperti skala 1 : 25.000 atau 1 : 12.500 umumnya merupakan pembesaran dari skala 1 : 50.000. dengan demikian, relief bumi yang seharusnya muncul pada skala 1 : 25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan sama saja dengan peta skala 1 : 50.000. Dengan demikian, sasaran / objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang digunakan. Perhatikan Tabel 1 dibawah, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif, maupun secara kuantitatif.
Tabel 1. Contoh skala peta dan satuan geomorfologi
Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup efektif adalah: 1). Menarik semua kontur yang menunjukkan adanya lineament / kelurusan; 2). Mempertegas (biasanya dengan cara mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta, 3). Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis.
Pada butir 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang, tetapi dapat juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala, setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan garis-garis pendek ini. Pada butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai).
Tabel 2. Hubungan antara skala peta dan pengenalan terhadap objek geomorfologi.
Pola aliran sungai merupakan pencerminan keadaan struktur yang mempengaruhi daerah tersebut. Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara kualitatif yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri. Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan, misalnya oleh Mabbery (1972) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes (1977) untuk pengembangan pertanian, ITC (1985) yang bersifat lebih kearah umum dan melihat proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu (lihat tabel 3).
Tabel 3. Kelas lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara umum (disadur dan disederhanakan dari Van Zuidam, 1985).
Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
a. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang menunjukan batuan lunak atau lepas.
b. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya, menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
c. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan keras atau zona patahan.
d. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu sendiri), sedangkan kerapatan sungai yang kecil menunjukan batuan yang resisten terhadap erosi.
Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai. Berikut ini adalah penafsiran struktur perlapisan, struktur lipatan dan struktur sesar berdasarkan pola kontur, pola aliran sungai dan lineament (kelurusan) topografi.
1. Jurus dan kemiringan lapisan berdasarkan pola kontur
- Jurus perlapisan batuan dapat ditafsirkan berdasarkan arah kecenderungan dari garis konturnya.
- Kemiringan lapisan batuan dapat ditafsirkan berdasarkan spasi konturnya. Arah kemiringan umumnya mengarah ke arah spasi kontur yang renggang.
2. Resistensi batuan berdasarkan pola kerapatan kontur
- Spasi garis kontur rapat meng-indikasikan batuan yang resisten.
- Spasi garis kontur renggang mengindikasikan batuan yang non-resisten.
3. Resistensi batuan berdasarkan kerapatan sungai (drainage density)
- Nilai kerapatan sungai (drainage density) yang besar mengindikasikan batuannya lunak, seperti batulempung, napal, atau lanau.
- Nilai kerapatan sungai (drainage density) yang kecil mengindikasikan batuannya resisten, seperti: batuan.
4. Struktur lipatan berdasarkan pola kontur perbukitan parallel
- Pola kontur perbukitan yang sejajar / paralel.
- Pola aliran sungai trellis yang mewakili daerah yang dikontrol oleh struktur perlipatan.
5. Struktur lipatan berdasarkan pola kontur perbukitan berupa “shoe shape”
- Pola kontur perbukitan yang berbentuk sepatu (shoe shape) mengindikasikan struktur lipatan (sinklin atau antiklin) yang menunjam kebawah atau terbuka keatas.
6. Struktur patahan berdasarkan pola kontur perbukitan yang bergeser
- Pola kontur perbukitan yang bergeser (offset).
- Pola kontur yang mengikuti bidang sesar / patahan.
7. Struktur patahan berdasarkan pola aliran sungai yang berbelok tiba-tiba (offset)
- Pola aliran sungai yang membelok secara tiba tiba (offset).
- Arah aliran sungai yang mengalir disepanjang bidang patahan.
Beberapa contoh kenampakan Geologi yang dapat diidentikasi dan dikenal pada peta topografi:
1. Patahan / Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan rectangular.
Gambar 1. Peta Topografi Patahan : “Pergeseran Bukit” dan Sungai “Offset”.
Gambar 2. Peta Topografi Patahan : Bukit Terpotong dan Orientasi dari Kelurusan Danau.
2. Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan perlapisannya.
Gambar 3. Peta Topografi Lipatan: Pola Kontur berbentuk “Shoe shape” dan “Pola aliran Trellis”.
Gambar 4. Peta Topografi Lipatan : Pola Aliran Trellis, Pola Kontur berbentuk sepatu (shoe shape) dan Penjajaran Bukit.
3. Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
Gambar 5. Peta topografi yang memperlihatkan kontrol Kekar dan Sesar: Pola aliran rectangular, kelurusan (lineament) bukit, kelurusan sebaran danau.
Gambar 6. Peta topografi yang memperlihatkan kontrol Kekar dan Sesar: Pola aliran rectangular dan kelurusan (lineament) bukit.
4. Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau annular.
Gambar 7. Peta Topografi Intrusi Batuan Beku dengan pola kontur yang melingkar dan rapat.
Gambar 8. Peta Topografi Kubah Garam (Dome structures) dan Pola Aliran Annular.
5. Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
Gambar 9. Peta Topografi dari Batuan Lapisan Mendatar yang dicirikan oleh pola kontur yang jarang dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
Gambar 10. Peta Topografi dari Batuan Lapisan Mendatar yang dicirikan oleh pola kontur yang jarang dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
6. Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
Gambar 11. Peta Topografi dari bentuk ketidak selarasan: Perbedaan pola kontur rapat dan renggang.
7. Gunung api, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif, dicirikan oleh pola aliran annular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
Gambar 12. Peta Topografi Gunungapi : Pola kontur membulat dan Pola Aliran Radial.
Gambar 13. Peta Topografi Kaldera dengan anak Gunungapi : Pola Kontur Membulat.
8. Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai multibasinal. Pola karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi pada kaki gunung api. Walaupun dengan pola kontur yang melingkar dengan penyebaran cukup luas, tetapi umumnya letaknya berjauhan antara satu pola melingkar dengan lainnya, dan tidak didapat pola kontur seperti bintang segi banyak.
Gambar 14. Peta Topografi Karst : “Pola kontur depresi” dan “sungai bawah tanah”.
9. Daerah mélange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relative luas, terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi, kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan, dengan pola aliran sungai rektangular atau contorted.
Gambar 15. Peta Topografi Daerah Melange : Pola Kontur dan Pergeseran Bentuk Bentuk Topografi.
10. Daerah Slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope dengan penyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi lebih berkesan “acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak menunjukan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
Gambar 16. Peta Topografi Daerah Slump : Pola Kontur dengan dip slope yang bersifat acak dan pola aliran dendritik.
Gambar 17 adalah suatu peta kontur hipotetis yang merefleksikan wilayah yang tersusun dari batuan sedimen terlipat dan tersesarkan. Berdasarkan peta tersebut dapat dianalisa dan ditafsirkan sebagai berikut:
Perlipatan batuan dicerminkan oleh pola kontur yang memperlihatkan pola simetri sedangkan kemiringan lapisan batuan dicerminkan oleh kerapatan kontur / spasi kontur. Untuk jurus perlapisan batuan tercermin dari pola garis kontur yang memanjang dari arah baratdaya - timurlaut, pola garis kontur yang demikian dapat ditafsirkan sebagai arah jurus perlapisan batuan.
Untuk arah kemiringan lapisan dapat ditafsirkan melalui pola spasi kontur dari rapat ke renggang, hal ini mencerminkan bentuk relief yang landai dan bentuk lereng yang demikian biasanya mewakili bidang kemiringan lapisan. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat ditafsirkan jurus perlapisan batuan berarah baratdaya – timurlaut dengan arah kemiringan lapisan ke arah tenggara dan baratlaut., membentuk lipatan antiklin.
Patahan / sesar dicerminkan oleh pola aliran sungai dan arah sungai yang membelok secara tiba tiba serta adanya pergeseran pola kontur. Berdasarkan adanya “offset” sungai dan pergeseran pola kontur dapat ditafsirkan pada jalur sungai tersebut dilalui oleh sesar mendatar dengan pergerakan relatifnya mengarah kekanan (dexstral fault)
Jenis litologi dapat ditafsirkan melalui kerapatan kontur. Untuk kontur rapat mencerminkan batuan yang keras (resisten) sedangkan kontur yang renggang mencerminkan batuan yang lunak (kurang resisten).
Gambar 17. Peta topografi hipotetik yang mencerminkan suatu daerah yang terlipat dan tersesarkan.
Gambar 18 adalah peta topografi hipotetis yang merefleksikan suatu wilayah yang tersusun dari perselingan batuan yang resisten (batupasir, konglomerat, atau breksi) dan non-resisten terhadap erosi (lempung, serpih, atau napal).
Berdasarkan peta tersebut dapat dianalisa dan ditafsirkan sebagai berikut:
Pada peta, batuan resisten ditafsirkan dari kenampakan pola kontur yang rapat, sedangkan batuan non-resisten diwakili oleh pola kontur yang renggang.
Pola kontur yang berada dibagian atas peta memperlihatkan kontur yang rapat dengan pola kontur tidak teratur. Pola kontur yang demikian umumnya mewakili batuan yang homogen. Berdasarkan data geologi diketahui bahwa topografi tersebut tersusun dari batuan metamorf.
Kedudukan jurus dan kemiringan lapisan batuan (strike/dip) dapat ditafsirkan melalui pola dan kerapatan konturnya. Untuk jurus perlapisan batuan tercermin dari pola garis kontur yang memanjang dari kiri ke kanan (barat – timur), pola garis kontur yang demikian dapat ditafsirkan sebagai arah jurus perlapisan batuan. Untuk arah kemiringan lapisan dapat ditafsirkan melalui pola spasi kontur dari rapat ke renggang, hal ini mencerminkan bentuk relief yang landai dan bentuk lereng yang demikian biasanya mewakili bidang kemiringan lapisan. Berdasarkan kriteria-kriteria diatas, maka dapat ditafsirkan jurus perlapisannya berarah barat – timur dengan arah kemiringan lapisannya ke arah atas (utara).
Jenis litologi (jenis batuan) dapat ditafsirkan melalui kerapatan garis kontur, kontur rapat mewakili batuan yang resisten, sedangkan kontur yang renggang mewakili batuan yang kurang resisten. Berdasarkan sebaran pola kontur dan kerapatan garis konturnya dapat ditafsirkan minimal terdapat 7 jenis batuan.
Gambar 18. Peta topografi hipotetis yang mencerminkan suatu areal yang terdiri dari perselingan batuan yang resisten dan batuan non-resisten.
Referensi :
Noor, D. 2010. Geomorfologi. Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Pakuan. Bogor.
0 comments: